JAKARTA, KOMPAS.com - Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) meminta majelis hakim yang menyidangkan kasus tindak pidana luar biasa atau extraordinary crime untuk menjatuhkan vonis tanpa adanya pengurangan masa hukuman atau remisi bagi terdakwa kasus korupsi, narkoba dan terorisme.
Hal itu, disampaikan Koordinator MAKI Boyamin Saiman menanggapi adanya hak remisi bagi seluruh narapidana dalam Undang-Undang (UU) Pemasyarakatan yang baru disahkan, Kamis (7/7/2022) kemarin.
Menurut Boyamin, vonis untuk tidak mendapatkan pengurangan hukuman bagi terdakwa sudah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, hingga kini hal itu tidak pernah dilakukan.
Baca juga: Komnas Perempuan Sayangkan Hakim Kurangi Masa Hukuman Jaksa Pinangki
“KUHP sebenarnya sudah mengakomodir pencabutan hak (tidak mendapatkan remisi), selama ini belum pernah (diberikan kepada terdakwa),” ujar Boyamin kepada Kompas.com, Jumat (8/7/2022).
“Maka, nanti mestinya (dilakukan) untuk tiga perkara ini kalau memang ada korupsi yang kerugian negaranya besar, triliunan misalnya, atau dilakukan secara sangat jahat misalnya, teroris dan narkoba pun juga begitu,” ucap dia.
Kendati demikian, MAKI tetap menghormati UU Pemasyarakatan yang telah disahkan sebagai sebuah produk politik sudah disetujui rakyat melalui wakil-wakilnya.
Baca juga: Vonis Bebas Koruptor dan Obral Diskon Masa Hukuman hingga 60 Persen...
Dalam pandangan Boyamin, tidak ada yang salah dari niat menjadikan lembaga pemasyarakatan (lapas) menjadi tempat pembinaan bagi narapidana melalui pembuatan UU tersebut.
“Bahwa ini ada kehendak lebih memanusiakan orang yang dalam tahanan atau dalam lapas ya memang dalam konsep modern seperti itu,” papar Boyamin.
“Bahwa kemudian ada konsep untuk mendapatkan bergizi, mendapatkan hak-hak dasar itu ya kita hormati,” ucapnya.
Baca juga: Azis Syamsuddin Dapat Remisi Idul Fitri, Masa Tahanan Dipotong 15 Hari
Namun, Boyamin tetap menekankan pentingnya hukuman tinggi, misalnya vonis 20 tahun penjara bagi terdakwa kasus tindak pidana luar biasa sebagai efek jera.
Sehingga, jika seorang terdakwa kasus tersebut memenuhi kriteria untuk mendapatkan pengurangan masa tahanan namun hukumannya yang akan dijalani masih tetap tinggi.
“Jadi kalau toh ada remisi, asimilasi, bebas bersyarat atau pengurangan pengurangan yang lainnya maka masih tetap ancaman hukumannya tinggi. Konsep inilah yang mestinya diimbangi oleh putusan-putusan hakim di pengadilan,” papar Boyamin.
“Sehingga nanti kasus-kasus korupsi untuk efek jera itu selain ancaman divonis hukuman tinggi maka termasuk dicabut haknya untuk mendapat pengurangan sehingga ya enggak dapat remisi segala macem. Jadi putusan hakim nanti mestinya itu,” ujar dia.
Adapun pengesahan UU ini dilakukan dalam Rapat Paripurna Ke-28 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2021-2022 yang berlangsung di ruang rapat Gedung DPR, Senayan, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.