Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penangkapan Dramatis Tersangka Pencabulan Berujung Pembekuan Izin Ponpes Shiddiqiyyah

Kompas.com - 08/07/2022, 06:43 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Proses penangkapan MSA (42), anak kiai di Jombang yang menjadi tersangka kasus pencabulan sejumlah santriwati berujung pembekuan izin Pondok Pesantren (Ponpes) Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur (Jatim).

Pasalnya, tersangka MSA sudah bertahun-tahun masuk daftar pencarian orang (DPO) dan sangat sulit untuk ditangkap.

Perkara tersebut sudah mulai diusut sejak tahun 2019, saat seorang korban berinisial NA melaporkan kasusnya.

Anak kiai itu dilaporkan ke polisi pada 29 Oktober 2019 oleh korban berinisial NA, salah seorang santri perempuan asal Jawa Tengah.

Pada 12 November 2019, Polres Jombang mengeluarkan surat perintah dimulainya penyidikan. Lalu Januari 2020, Polda Jatim mengambil alih kasus tersebut.

MSA berusaha melawan penetapan dirinya sebagai tersangka dengan melakukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Surabaya namun ditolak. Ia kemudian kembali mengajukan gugatan ke PN Jombang dan kembali ditolak.

Tak kooperatif

Polda Jatim pun menetapkan MSA sebagai DPO dan memintanya menyerahkan diri. Beberapa waktu belakangan ini polisi pun kembali melakukan upaya penjemputan terhadap MSA.

Kapolres Jombang AKBP Moh. Nurhidayat mengungkapkan, upaya penangkapan terhadap MSA sempat dilakukan petugas gabungan dari Polda Jawa Timur dan Polres Jombang, Minggu (3/7/2022) siang.

Namun upaya itu gagal. Bahkan sempat beredar video yang menayangkan pertemuan seorang kiai dengan Kapolres Jombang AKBP Moh Nurhidayat.

Di video itu, ayah MSA menyampaikan ke Kapolres Jombang bahwa kasus yang menimpa anaknya merupakan upaya fitnah dan menjadi masalah keluarga.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Dalam kesempatan terpisah, Kapolres Jombang membenarkan video itu, namun tetap menyatakan proses hukum terhadap MSA tetap berjalan.

Pada Kamis (8/7/2022) kemarin, ratusan kepolisian dari Polda Jatim dan Polres Jombang pun melakukan upaya jemput paksa terhadap MSA.

Kabid Humas Polda Jatim Dirmanto mengatakan pihaknya terpaksa melakukan upaya penjemputan paksa terhadap MSA karena tersangka pencabulan itu tidak kooperatif.

"Polisi sudah melewati praperadilan 2 kali, kemudian P19 tiga kali, kemudian 4 kali koordinasi dengan kejaksaan," ujar Dirmanto kepada wartawan, Kamis (7/7/2022).

Penangkapan berlangsung dramatis dengan melibatkan ratusan polisi. Para polisi sudah berada di sekitaran ponpes sejak pagi.

Tersangka MSA baru bisa ditangkap jelang tengah malam setelah seharian bersembunyi. 

Minta dukungan masyarakat

Menanggapi lamanya proses polisi menangkap MSA, Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan ada aspek keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas) yang turut dipertimbangkan polisi dalam upaya penangkapan tersebut.

Agus juga meminta masyarakat setempat mendukung proses hukum terhadap MSA. Salah satunya, ia mengajak orangtua murid memindahkan anaknya dari pesantren tersebut.

“Dukungan masyarakat sangat diharapkan untuk menuntaskan masalah tersebut misal semua orang tua murid yang ada di ponpes tersebut menarik semua putra-putrinya untuk pindah ke ponpes yang lebih aman dari kemungkinan menjadi korban kekerasan seksual,” kata Agus saat dikonfirmasi, Kamis.

Baca juga: Kabareskrim Imbau Orangtua Murid Pindahkan Anaknya dari Ponpes Shiddiqiyyah

Selain itu, ia juga mengajak agar orangtua tidak lagi mendaftarkan anaknya ke ponpes tersebut.

Selanjutnya, Agus juga menyarankan agar Kementerian Agama juga memberikan dukungan dengan memberikan sanksi pembekuan izin ponpes tempat MSA melakukan tindakan pencabulan.

“Masyarakat tidak memasukkan putra-putrinya ke ponpes tersebut, Kementerian Agama memberi sanksi pembekuan izin Ponpes dan lain-lain,” tambahnya.

Sanksi pembekuan

Pihak Kementerian Agama (Kemenag) pun akhirnya mencabut izin operasional Pondok Pesantren (Ponpes) Majma’al Bahrain Shiddiqiyyah, Jombang, Jawa Timur.

Kemenag mengambil tindakan tegas ini karena salah satu pemimpinnya yang berinisial MSA merupakan DPO kepolisian dalam kasus pencabulan dan perundungan terhadap santri.

Selain itu, pihak pesantren juga dinilai menghalang-halangi proses hukum terhadap yang bersangkutan.

"Sebagai regulator, Kemenag memiliki kuasa administratif untuk membatasi ruang gerak lembaga yang di dalamnya diduga melakukan pelanggaran hukum berat,” tegas Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren, Waryono seperti dikutip dari situs resmi Kemenag, Kamis.

Waryono juga memastikan nomor statistik dan tanda daftar pesantren Shiddiqiyyah telah dibekukan.

Baca juga: Babak Baru Perjuangan Perempuan Indonesia Itu Bernama UU TPKS…

Ia kemudian menambahkan, pencabulan bukan hanya tindakan kriminal yang melanggar hukum, tetapi juga perilaku yang dilarang ajaran agama.

Pihak Kemenag, lanjut dia, juga mendukung penuh langkah hukum yang telah diambil pihak kepolisian untuk mengusut tuntas kasus tersebut.

Selain itu, Waryono memastikan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenag Jawa Timur, Kankemenag Jombang, serta pihak-pihak terkait untuk memastikan bahwa para santri tetap dapat melanjutkan proses belajar dan memperoleh akses pendidikan yang semestinya.

“Jangan khawatir, Kemenag akan bersinergi dengan pesantren dan madrasah di lingkup Kemenag untuk kelanjutan pendidikan para santri," pungkas Waryono.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com