JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
UU tersebut digugat oleh seorang warga bernama E Ramos Petege yang beragama Katolik lantaran gagal menikah dengan kekasihnya yang beragama Islam.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag) Kamaruddin Amin menilai, UU Perkawinan yang berlaku tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Adapun Kamaruddin hadir mewakili Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly membacakan pandangan pemerintah dalam rapat 6 Juni 2022 lalu.
"Menolak permohonan pengujian pemohon untuk seluruhnya. Atau setidak-tidaknya menyatakan permohonan pengujian pemohon tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard)," ujar Kamaruddin dikutip dari risalah sidang pada Selasa (5/7/2022).
Baca juga: Maruf Amin Sebut Pernikahan Beda Agama Bertentangan dengan Fatwa MUI
Komaruddin mengatakan, dalil yang diajukan pemohon adalah hak asasi manusia yang pelaksanaannya tidak boleh dihambat oleh negara.
Dalam konteks itu, setiap orang yang ingin melangsungkan perkawinan, baik beda agama maupun tidak, harus diperlakukan secara sama atau tidak diskriminatif.
Akan tetapi, lanjut Komaruddin, Pemerintah menolak dalil tersebut dengan sejumlah alasan.
Misalnya, ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 8 huruf f disebutkan bahwa Undang-Undang Perkawinan memberikan rasa keadilan dan kepastian hukum bagi setiap pemeluk agama dan kepercayaan untuk melangsungkan perkawinan sesuai hukum agama dan kepercayaannya yang dianut.
Sebab, agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia berbeda-beda. Dengan demikian, tidak mungkin disamakan suatu hukum perkawinan menurut satu hukum agama dan kepercayaan.
Baca juga: PN Surabaya Digugat karena Sahkan Pernikahan Beda Agama
Kemudian, terdapat beberapa landasan hukum perkawinan dari masing-masing agama dan kepercayaan yang mengatur mengenai larangan perkawinan beda agama. Misalnya, larangan perkawinan beda agama menurut agama Islam.
"Dalam Islam, terkait larangan pernikahan beda agama termuat dalam Al Quran, hadis Rasulullah SAW, maupun kaidah fikih," papar Kamaruddin.
Selain itu, apabila diatur adanya hukum perkawinan semua agama dan kepercayaan yang ada di Indonesia dalam satu hukum perkawinan menurut satu hukum agama dan kepercayaan, tentunya akan menimbulkan diskriminasi bagi setiap pemeluk agama dan kepercayaan lainnya dalam melangsungkan perkawinan.
Lebih lanjut, kata Kamaruddin, setiap pemeluk agama dan kepercayaan yang taat tentu tidak akan menyimpangi hukum perkawinan yang diatur dari agama dan kepercayaan yang dianutnya tersebut.
Dalam gugatannya, Ramos menyatakan bahwa jalinan asmaranya kandas karena dirinya dan kekasihnya memeluk agama dan keyakinan yang berbeda, sehingga tidak bisa melangsungkan perkawinan.
Baca juga: PN Surabaya Izinkan Pasangan Beda Agama Menikah, Ini Pertimbangannya
Menurut dia, UU Perkawinan tidak memuat aturan jelas mengenai perkawinan beda agama. Ketidakpastian itu, kata Ramos, telah melanggar hak-hak konstitusionalnya.
"Hal ini tentunya menyebabkan pemohon kehilangan kemerdekaannya dalam memeluk agama dan kepercayaannya karena apabila hendak melakukan perkawinan adanya paksaan salah satunya untuk menundukan keyakinan, serta juga kemerdekaan untuk dapat melanjutkan keturunan melalui membentuk keluarga yang didasarkan pada kehendak bebas yang mulia," bunyi petikan permohonan yang dilansir dari lama resmi MK RI.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.