Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontras: Ada 45 Tindakan Represif Polisi Saat Aksi Massa, Mayoritas Korban Mahasiswa

Kompas.com - 30/06/2022, 17:38 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat adanya 45 peristiwa tindakan represif yang dilakukan pihak kepolisian dalam aksi unjuk rasa.

Hal itu berdasarkan temuan Kontras dalam periode setahun terakhir, yakni sejak Juli 2021-Juni 2022.

“Terdapat 45 tindakan represif kepolisian yang terjadi saat aksi massa,” kata Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras, Rozy Brilian saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Kamis (30/6/2022).

Baca juga: Kontras: Ada Pola Baru, Polisi Jadi Pelayan Investor

Menurut Rozy, 45 kasus tersebut telah mengakibatkan 67 korban luka, 3 korban tewas, dan 453 korban lainnya ditangkap.

Ia mengatakan, mayoritas korban dari peristiwa itu adalah mahasiswa.

“Mahasiswa masih menjadi korban dengan angka terbanyak yakni 249 orang, diikuti sipil 222 orang, dan aktivis 63 orang,” ucap dia.

Padahal, menurut dia, seharusnya polisi berada di kutub netral serta memberikan jaminan penghormatan dan perlindungan kepada masyarakat yang hendak menggunakan haknya menyampaikan pendapat di muka umum.

Ia juga mengatakan, polisi cenderung membubarkan aksi unjuk rasa dengan dalih aksi tersebut tidak mengantongi izin kepolisian.

Menurut Kontras, jika merujuk pada Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998, suatu bentuk penyampaian pendapat hanya membutuhkan pemberitahuan kepada kepolisian.

Baca juga: Panglima TNI Harap Aparat Keamanan Tak Represif ke Mahasiswa

Lebih lanjut, sejumlah penanganan aksi massa yang dilakukan pihak Kepolisian di antaranya pembubaran paksa dengan total 24 kasus.

Rozy juga merincikan berbagai tindakan penanganan aksi demo lain, di antaranya intimidasi 3 kasus, pelarangan 1 kasus, bentrokan 1 kasus, penangkapan sewenang-wenang 21 kasus, dan gas air mata 4 kasus.

Lalu, penggunaan water canon 3 kasus, penembakan 8 kasus, dan penganiayaan 9 kasus.

Terhadap setiap tindakan pembubaran atau penanganan aksi demo itu, Rozy menyebutkan, pihak kepolisian kerap menggunakan alasan aksi itu dianggap menimbulkan kericuhan dengan 15 kasus.

Adapun alasan lainnya, yakni dianggap tidak memiliki izin sebanyak 4 kasus, terkait pencegahan pandemi Covid-19 sebanyak 4 kasus.

Baca juga: Pegang Pernyataan Mahfud, BEM SI Minta Aparat Tak Represif terhadap Peserta Demo 11 April

Lalu, dianggap aksi mengandung provokasi ada 6 kasus, tidak memiliki alasan jelas ada 3 kasus, dianggap melewati jam aksi ada 2 kass, serta 3 kasus karena dianggap menghalangi aktivitas dan ketertiban umum.

Kontras berpandangan, rentetan kejadian tersebut menegaskan bahwa kepolisian merupakan institusi utama yang menciptakan situasi runtuhnya kebebasan sipil masyarakat.

”Situasi semacam ini jelas sangat berbahaya, sebab kritik publik kerap kali harus berhadap-hadapan dengan aparat keamanan dan penegakan hukum," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Harap PTUN Kabulkan Gugatan, PDI-P: MPR Bisa Tidak Lantik Prabowo-Gibran

Nasional
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Absen Sidang Etik Perdana

Nasional
Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Terbukti Selingkuh, Hakim Pengadilan Agama di Asahan Diberhentikan

Nasional
Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Dukung Program Prabowo-Gibran, Partai Buruh Minta Perppu Cipta Kerja Diterbitkan

Nasional
Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com