HARI ini, 26 Juni, dunia sedang memperingati Hari Anti Narkotika Internasional (HANI). Peringatan tahun ini diwarnai situasi dunia yang sedang dalam tekanan hebat.
Situas pandemi, krisis iklim yang menggila, krisis pangan yang menghantam jutaan warga negara di dunia, krisis lanjutan energi yang semakin menekan level kesejahteraan, dan gangguan rantai pasokan telah membawa penderitaan lebih dalam.
Krisis-krisis terebut mengancam dunia pada ambang resesi global.
Karenanya, UNODC mengangkat tema “addressing drug challenges in health and humanitarian crises.”
Dunia sedang dalam posisi bagaimana mengatasi tantangan narkoba dalam krisis kesehatan dan kemanusiaan.
Laporan terbaru UNODC, badan PBB untuk urusan narkoba dan kejahatan, menyebutkan sekitar 494.000 orang dilaporkan meninggal karena berurusan dengan narkoba.
Bahkan yang miris adalah adanya prediksi bahwa peningkatan penduduk yang paling berisiko terhadap penyalahgunaan narkoba akan menimpa negara dengan pendapatan rendah (43 persen).
Sementara negara dengan pendapatan sedang naik sekitar 10 persen dan negara dengan pendapatan tinggi menurun 1 persen.
Dalam konteks regional, Asia Tenggara dan Asia Timur juga terus mengalami keterpaan masalah narkoba karena krisis global dan regional yang terus terjadi.
Myanmar dan negara-negara Mekong lainnya masih menjadi sumber produksi dua jenis narkoba sekaligus, heroin dan methamphetamine (sabu). UNODC menyebutkan 89 persen penyitaan terjadi di kawasan tersebut.
Sementara Indonesia terus dalam posisi terhimpit karena narkoba tidak hanya datang dari kawasan.
Beragam jenis NPS datang silih berganti dari Asia Timur dan Eropa. Sementara narkoba jenis sabu dari Iran juga kembali masuk ke Indonesia.
Setelah kasus terakhir dan satu-satunya kasus yang dilaporkan pada 2016, kasus penyelundupan narkoba dari Iran kembali muncul pada 2020.
Sebanyak tiga kali kasus terjadi di tahun tersebut dengan jumlah narkoba sabu yang disita sebanyak lebih dari 1,5 ton. Sementara tahun lalu, hampir 2 ton sabu disita yang diduga dari Iran.
Jumlah sabu tersebut dapat dikonsumsi oleh lima juta penduduk Indonesia untuk sekali pakai atau lebih dari satu juta penduduk jika digunakan rutin seminggu sekali dalam rentang satu bulan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.