Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengusul RUU KIA: Cuti Melahirkan 6 Bulan Justru Tingkatkan Produktivitas Ibu Bekerja

Kompas.com - 21/06/2022, 17:27 WIB
Ardito Ramadhan,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengusul Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) Luluk Nur Hamidah berpendapat, cara pandang perusahaan dalam menilai produktivitas tak boleh lagi didasari oleh kehadiran pegawainya.

Hal ini ia sampaikan merespons kekhawatiran sejumlah pihak yang menilai hak cuti melahirkan selama 6 bulan bagi perempuan pekerja dalan RUU KIA dapat berujung perusahaan tidak mau merekrut pekerja perempuan karena dianggap tak produktif.

"Ya, justru kita mau berpikir berbeda, cara pandang kita memaknai produktivitas itu yang harus diluruskan dan sudah waktunya berubah bahwa produktivitas enggak semata-mata karena kehadiran yang misalnya tersedia 7 hari 24 jam," kata Luluk kepada Kompas.com, Selasa (21/6/2022).

Baca juga: Beda Pendapat Ibu-ibu soal RUU KIA Cuti Melahirkan 6 Bulan, Bagus untuk ASI tapi Khawatir...

Luluk mengatakan, berdasarkan kajian yang dilakukan DPR dalam menyusun RUU KIA,cuti melahirkan 6 bulan justru meningkatkan produktivitas perempuan pekerja.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu menyampaikan, dengan adanya cuti melahirkan selama 6 bulan, para perempuan bekerja dapat memulihkan diri setelah melahirkan, mengatasi trauma, serta memberi ASI eksklusif kepada anak.

Dengan demikian, menurut Luluk, sang ibu akan berada dalam kondisi optimal saat kembali bekerja dan berdampak pada meningkatnya produktivitas.

"Kalau ibu belum siap ke dunia kerja, dipaksakan ke dunia kerja, yakin dia juga pasti akan kurang sehat, sakit-sakitan, ya mungkin akan sering juga minta waktu pulang, cuti," ujar Luluk.

Baca juga: Soal Cuti Melahirkan 6 Bulan, Warga: Waktu bersama Anak Lebih Lama dan Fokus Berikan ASI

Ia juga menegaskan, setiap keuntungan yang diterima oleh perusahaan sesungguhnya merupakan hasil kerja bersama, termasuk para perempuan pekerja.

Oleh karena itu, Luluk menilai semestinya tidak ada masalah jika ibu melahirkan mendapatkan cuti selama 6 bulan dari perusahaan.

"Praktik baik di perusahaan-perusahaan yang jauh lebih mapan, yang mereka bisa menerapkan sistem dan ekosistem yang auh lebih ramah, yang manusiawi, yang menyejahterakan, ternyata justru produktivitas perusahaan bagus, artinya keuntungan perushaan juga baik," ujar Luluk.

Sebelumnya, muncul kekhawatiran dari masyarakat akan ada diskriminasi terhadap pekerja atau pencari kerja perempuan dengan adanya ketentuan cuti melahirkan 6 bulan dalam RUU KIA.

Pengamat Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Gabriel Lele menilai pemerintah harus bisa mengelola dilema yang ada.

“Ada dilema yang harus dikelola pemerintah antara perlindungan perempuan atau ibu dengan produktivitas usaha,” ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (19/6/2022).

Baca juga: Cuti Melahirkan 6 Bulan, Apa Saja Dampak Baik bagi Kesehatan Ibu dan Bayi?

Gabriel mengingatkan, dari kacamata perlindungan perempuan, kebijakan ini bagus, tetapi harus pula diseimbangkan dengan kebutuhan industri.

“Jauh lebih baik jika pemerintah memberi waktu cuti 1 tahun, sehingga masa kosong itu bisa diisi tenaga yang lain dulu sebelum ibu melahirkan diaktifkan kembali,” kata dia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com