JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar mengibaratkan penyebarluasan radikalisme yang mengarah kepada terorisme seperti Covid-19 yang merebak pesat.
Dalam analogi ala Boy itu, radikalisme juga dianggapnya sebagai virus.
"Virus intoleransi, radikalisme, seperti bagaimana virus corona itu bisa pernah selama dua tahun ini menghinggap kepada kalangan masyarakat kita," ujar Boy dalam jumpa pers di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (20/6/2022).
Baca juga: BNPT Ungkap Korban Aksi Terorisme di Jateng Terbanyak
Boy beranggapan bahwa radikalisme diembuskan oleh pihak eksternal. Ia menilai bahwa hal itu bertujuan memengaruhi anak bangsa untuk melakukan tindakan ekstrem dan kekerasan.
"Tentu ini adalah sebuah kondisi yang sangat tidak menguntungkan, tentu suatu kondisi yang sangat merugikan anak bangsa kita, apalagi kita melihat juga karena propaganda melalui sosial media," kata Boy.
Ia mengatakan, BNPT hingga Desember 2021 mencatat ratusan konten yang dianggap sebagai propaganda anti-NKRI dan anti-Pancasila, meski ia tak menjelaskan batas definisi anti-NKRI ataupun anti-Pancasila itu sendiri.
Baca juga: BNPT Sebut Khilafatul Muslimin Bertujuan Ganti Ideologi Negara, seperti NII atau JI
Namun, dalam jumpa pers, Boy kerap mengungkit soal ideologi kekerasan berbasis agama, utamanya yang berkaitan dengan jaringan terorisme internasional, seperti ISIS dan Al-Qaeda, sebagai antitesis Pancasila.
"Sepanjang Januari hingga Desember 2021, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mendeteksi 650 konten propaganda yang mengandung pesan anti-NKRI, anti-Pancasila, intoleransi, takfiri, konten terkait pendanaan dan pelatihan, termasuk di dalamnya glorifikasi ideologi," kata dia.