Berikut ini deretan kasus restorative justice yang diterapkan Kejaksaan:
1. Anak curi sapi ibunya
Kejaksaan Negeri Situbondo pada bukan Juni ini mengehentikan kasus pencurian sapi yang dilakukan seorang anak terhadap ibunya di Kecamatan Asembagus, Situbondo, Jawa Timur, secara “restorative justice”.
Adapun tersangka bernama Samsul Bahri alias Baba bin Suroto mencuri sapi dari ibu kandungnya, Miswana, pada 6 April 2022.
“Berkat kebesaran hatinya, korban Miswana, sebagai ibu tersangka, memaafkan perbuatan anaknya sehingga kasus diselesaikan melalui restorative justice,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (13/6/2022).
Baca juga: Kejagung Hentikan Kasus Anak Curi Sapi Ibunya Secara “Restorative Justice”
Saat ini, tersangka Samsul Bahri telah bebas tanpa syarat usai permohonan yang diajukan disetujui oleh Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM-Pidum) Kejagung Fadil Zumhana pada Kamis 9 Juni 2022.
Ketut menyebutkan, alasan pihaknya memberikan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif karena korban adalah orang tua dari tersangka telah memaafkan perbuatan anaknya.
Selain itu, tersangka Samsul Bahri juga disebutkan baru pertama kali melakukan tindak pidana.
“Tersangka di masyarakat terkenal baik dan sering membantu orang tuanya,” tambah Ketut.
Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menghentikan perkara penganiayaan dengan tersangka Herlambang terhadap rekannya yang terjadi di Setiabudi, Jakarta Selatan pada 20 Maret 2022.
Kasus penganiayaan karena soal utang itu dihentikan setelah Kejari Jaksel mendapat persetujuan dari Kejaksaan Agung RI melalui restorative justice atau keadilan restoratif.
"Maka setelah disetujui bahwa penanganan penyelesaian perkara ini dilakukan melalui restorative justice sebagaimana diatur dalam Peraturan Kejaksaan nomor 15 tahun 2020," ujar Kepala Kejari Jaksel Nurcahyo saat dikonfirmasi, Jumat (10/6/2022).
Nurcahyo mengatakan, pemberhentian penuntutan perkara penganiayaan itu dilakukan didasari pertimbangan serta melengkapi sejumlah persyaratan. Salah satu syaratnya yakni adanya permohonan maaf tersangka kepada korban yang berujung perdamaian.
"Tersangka ini melakukan tindak pidana baru satu kali. Terus kedua terkait ancaman pidana terhadap sangkaan pasal ini 2 tahun 8 bulan, sehingga tidak lebih dari 5 tahun," ucap Nurcahyo.