"Biarlah umat Buddha sabar menanti antrean bisa naik ke atas candi kita sendiri. Seperti halnya saudara-saudara Muslim yang juga sabar menanti antrian naik haji sampai beberapa tahun," ujar Sri Pannyavaro.
Usul untuk menaikkan harga tiket menuju stupa Cando Borobudur bagi wisatawan lokal disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, rencana menaikkan tarif untuk turis lokal belum diputuskan. Sebab, hal itu bakal dibahas oleh Presiden Joko Widodo pada pekan depan.
Baca juga: Tarif Naik Candi Borobudur Rp 750 Ribu, Pakar UNS: Terlalu Tinggi
Di sisi lain, Luhut memastikan rencana kenaikan tarif untuk turis asing menjadi 100 Dollar AS tidak akan berubah. Begitu pula tarif untuk pelajar tetap sesuai rencana yang sebelumnya disampaikan, yakni Rp 5.000.
Sementara untuk sekadar masuk ke kawasan Candi, tarifnya juga tetap di angka Rp 50.000 seperti saat ini.
Luhut juga mengatakan berdasarkan masukan yang diterima, pihaknya tengah mempertimbangkan untuk menyediakan tarif khusus bagi warga Provinsi Jawa Tengah dan DIY.
Nantinya semua calon turis yang ingin mengunjungi Candi Borobudur diwajibkan untuk melakukan reservasi secara online. Hal ini dilakukan untuk mengatur aliran pengunjung.
Warga lokal pun juga akan diajak untuk lebih berkontribusi. Semua turis nantinya harus menggunakan pemandu wisata dari warga lokal sekitar kawasan Candi Borobudur.
Selain itu, turis diwajibkan untuk menggunakan sandal khusus “upanat” supaya tidak merusak tangga dan struktur bangunan yang ada di candi. Sandal ini akan diproduksi oleh warga dan UMKM di sekitar Candi Borobudur.
Baca juga: Polemik Tarif Tiket Candi Borobudur: Diklaim untuk Pelestarian, Ditolak karena Terlampau Mahal
Luhut mengungkapkan, rencana pembatasan kuota pengunjung dan kenaikan tarif untuk naik ke area stupa Candi Borobudur merupakan upaya pemerintah untuk menjaga warisan budaya dunia tersebut.
Menurut Luhut, sebagai situs sejarah, Candi Borobudur memiliki berbagai kerentanan dan juga ancaman.
Berdasarkan kajian dari berbagai ahli yang memberikan masukan kepada pemerintah, kondisi situs bersejarah itu saat ini mulai mengalami pelapukan. Selain itu, perubahan iklim, erupsi gunung berapi, gempa bumi, sampai perilaku pengunjung dan aksi vandalisme juga menjadi persoalan tersendiri.
(Penulis : Kontributor Magelang, Ika Fitriana | Editor : Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.