Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompasianer Yon Bayu

Blogger Kompasiana bernama Yon Bayu adalah seorang yang berprofesi sebagai Penulis. Kompasiana sendiri merupakan platform opini yang berdiri sejak tahun 2008. Siapapun bisa membuat dan menayangkan kontennya di Kompasiana.

"Ojo Kesusu" dan Jokowi yang Terburu-buru

Kompas.com - 24/05/2022, 05:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan pendukungnya untuk tidak terbutu-buru dalam memberikan dukungan kepada calon presiden (capres).

Ini lontaran kedua Jokowi dalam dua tahun terakhir. Pernyataan pertama disampaikan Jokowi ketika menghadiri Rapimnas Sekretaris Nasional (Seknas) Jokowi, 12 Juni 2021.

Saat itu Jokowi mengatakan banyak ditanya soal dukung-mendukung capres untuk Pemilu Presiden (Pilpres) 2024.

Jokowi meminta agar relawannya bersabar. Pada saatnya dirinya akan bicara ke mana kapal besar relawan Jokowi akan diarahkan.

Pernyataan terbaru disampaikan saat menghadiri Rekernas V Pro Jokowi (Projo) di Jawa Tengah, 21 Mei 2022.

Jokowi meminta Projo tidak terburu-buru memberikan dukungan untuk kontestasi Pilpres 2024.

Jokowi mengingatkan relawannya agar sabar dan tidak mendesak-desak soal dukungan kepada capres.

“Kalau sudah menjawab (setuju untuk bersabar) seperti itu, saya jadi enak. Tapi kalau desak-desak saya, saya nanti keterucut. Sekali lagi, ojo kesusu,” kata Jokowi dikutip dari video YouTube.

Ojo kesusu (Jawa) memiliki arti “jangan terburu-buru”. Dalam joke-joke kasar masyarakat pinggiran, ojo kesusu dapat juga bermakna lain.

Dalam konteks politik, kata atau frasa tertentu seringkali bermakna ganda dan bersayap. Namun demikian, dalam tulisan ini kita berpedoman pada arti harfiahnya.

Imbauan Presiden Jokowi tentu sangat tepat, terlebih didasarkan pada kondisi saat ini di mana pemerintah sedang fokus dalam penanganan pandemi dan dampak yang ditimbulkan baik secara ekonomi maupun sosial.

Energi besar relawannya akan lebih produktif jika dimanfaatkan untuk membantu pemerintah daripada dukung-mendukung capres mengingat gelaran pilpres masih dua tahun lagi.

Tetapi jika dilihat dari sisi sebaliknya, bisa saja acara rapimnas dan rakernas dua gerbong relawannya dimaknai sebagai unjuk kekuatan.

Jokowi sedang berkabar pada pendukung dan lawan politiknya tentang “kapal besar” yang dimiliki, yang boleh jadi akan menentukan hasil pilpres mendatang.

Dengan posisi demikian, Jokowi akan memiliki posisi tawar yang lebih kuat sekali pun tidak membawa (baca: memiliki) partai.

Jika memaknainya dari sisi ini, maka kita justru menganggap Presiden Jokowi yang “terburu-buru”.

Ungkapan Jokowi akan memaksa pihak-pihak yang berkepentingan untuk segera merapat dan naik ke dalam perahu besar yang masih ditambat.

Pernyataan Jokowi juga kian memanaskan rivalitas di tubuh PDI-P. Seperti kita tahu, saat ini mengerucut kepada dua nama, yakni Ketua DPR Puan Maharani dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo.

Secara matematis, Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri yang memiliki hak prerogatif untuk memutuskan capres yang akan diusung, cenderung memilih Puan, putrinya.

Bahkan kader-kader PDI-P seperti Ketua DPD PDI-P Jawa Tengah Bambang “Pacul” Wuryanto sudah terang-terangan menyebut hal itu. Puan akan dicalonkan baik untuk posisi capres maupun cawapres.

Pacul juga mengkritik Ganjar dengan mengatakan elektabilitasnya didukung tim media sosial. Pernyataan ini untuk menanggapi tingginya elektabilitas Ganjar dalam berbagai survei, sementara Puan tidak pernah masuk 5 besar.

Tidak terhitung lagi serangan yang dilontar Puan kepada Ganjar, meskipun tidak secara eksplisit menyebut nama.

Salah satunya ketika mengatakan ada kepala daerah dari PDI-P yang tidak mau menyambut kunjungannya.

Rivalitas Puan dan Ganjar menjadikan posisi Jokowi sangat strategis. Boleh jadi dukungan Jokowi akan menjadi salah satu penentu hasil Pipres 2024, namun tidak dalam konteks penentuan capres yang akan diusung PDI-P.

Megawati sudah berkali-kali membuktikan kedigdayaannya dalam menggunakan hak prerogatif. Tidak pernah terpengaruh oleh desakan dan ancaman kader.

Dalam bahasa satire, bagi Megawati lebih baik jagoannya kalah daripada harus menggadaikan hak prerogatifnya.

Megawati sudah kenyang ditinggal kader yang tidak sependapat dalam menentukan calon kepala daerah.

Sudah banyak tokoh-tokoh terkenal lompat dari kandang banteng moncong putih. Fakta menunjukan, mereka yang keluar tidak lagi bersinar.

Rustriningsih adalah salah satu contoh. Ketika menanggalkan jaket merah hitam karena gagal mendapat perahu PDI-P dalam pemilihan gubernur Jawa Tengah 2013, pamornya langsung nyungsep.

Padahal sebelumnya, nama Rustriningsih di Jawa Tengah begitu melegenda setelah sukses menjadi bupati Kebumen dua periode dan wakil gubernur Jawa Tengah.

Artinya, sekali pun kelak Jokowi membawa relawannya mendukung Ganjar, namun Megawati tidak berkehendak, sangat mungkin PDI-P tidak akan mengusungnya.

Dari sini kita justru mempertanyakan mengapa Jokowi tidak memberikan gestur politik agar relawannya “lebih dekat” dengan Puan. Jokowi justru lebih sering ke Jawa Tengah dengan didampingi Ganjar.

Apakah ini sebentuk “perlawanan” setelah PDI-P terang-terangan menolak wacana penambahan masa jabatan presiden?

Jika pada akhirnya Jokowi tidak mendukung calon yang diusung PDI-P di luar Ganjar, tentu akan menjadi tamparan luar biasa bagi PDI-P, khususnya Megawati.

Sebab bukan rahasia lagi, dalam dua gelaran pilpres terakhir terlihat bahwa kader PDIP adalah pemilih Jokowi, sementara tidak semua relawan Jokowi menjadi pemilih PDI-P.

Ketiadaan efek Jokowi terhadap elektabilitas dan keterpilihan PDI-P di dua pemilu sebelumnya, pernah nyaring disuarakan.

Seperti juga Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto yan tidak mau terburu-buru memanaskan mesin partai untuk Pilpres 2024, kita pun berharap para elite politik, khususnya yang sedang berada di pemerintahan, lebih fokus lagi dalam bekerja mengatasi berbagai persoalan ekonomi yang ada saat ini.

Buktikan jika para politisi tidak hanya pintar bersilat-lidah, namun juga piawai menurunkan harga minyak goreng dan bahan pangan lainnya.

Tanpa itu, jangan harap akan mendulang dukungan sekali pun dipoles oleh pasukan medsos dan tim survei.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com