Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komnas HAM: Tidak Ada Mekanisme Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat 1998 Nonyudisial

Kompas.com - 20/05/2022, 07:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Komisioner Komnas HAM Bidang Pemantauan dan Penyelidikan, Choirul Anam mengkritik usul penyelesaian pelanggaran HAM berat tahun 1998 secara nonyudisial alias di luar peradilan, sebagaimana dikemukakan Kepala Kantor Staf Presiden RI Moeldoko.

“Kalau ada yang ngomong mekanisme nonyudisial, apa mekanismenya? Enggak ada,” ujar Anam ketika ditemui Kompas.com di kawasan Bekasi, Jawa Barat, Kamis (19/5/2022) malam.

“Sampai saat ini, penyelesaian pelanggaran HAM berat, mau yang di bawah tahun 2000 maupun tidak, mekanismenya satu-satunya hanya Undang-undang Nomor 26 (Tahun 2000, tentang Pengadilan HAM). Tidak ada mekanisme lain,” tegasnya.

Baca juga: Komnas HAM Desak Presiden Selesaikan 12 Kasus Pelanggaran HAM Berat Indonesia

Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM mengatur bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat dibagi menjadi 2, yakni penyelesaian kasus yang terjadi sebelum 2000 dan setelah 2000.

Kasus-kasus yang terjadi sebelum 2000 diselesaikan lewat pengadilan HAM ad hoc, sebagaimana tercantum dalam Bab VIII undang-undang itu.

Pengadilan HAM ad hoc ini ditetapkan presiden atas usul DPR.

Baca juga: Sumarsih: Penyelesaian Non-yudisial ala Moeldoko Langgengkan Impunitas Pelaku Pelanggaran HAM

Rekomendasi DPR itu berdasarkan penyidikan Kejaksaan Agung, yang menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM sebagai lembaga yang berwenang menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM berat.

Komnas HAM sendiri sudah merampungkan berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat tahun 1998/1999, yakni kasus Trisakti-Semanggi I-Semanggi II (TSS), namun hingga saat ini tak kunjung ditindaklanjuti Kejaksaan Agung ke penyidikan.

Anam menyebutkan, penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, termasuk kasus 1998 seperti Tragedi Trisakti dan Semanggi I, bukan hanya penting untuk memenuhi keadilan bagi korban dan keluarga korban, melainkan juga bagi warga negara secara keseluruhan.

Baca juga: Moeldoko: Penyelesaian Kasus Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu Diprioritaskan Lewat Non-yudisial

Oleh karenanya, pemangku kepentingan tidak bisa berlindung di balik bantuan-bantuan yang diberikan bagi korban dan keluarga korban pelanggaran HAM berat.

Sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, misalnya, memberi bantuan uang dan rumah senilai Rp 750 juta kepada keluarga korban Tragedi Trisakti.

“Ada kepentingan publik dan negeri ini sangat mendasar (dari penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat), yakni tata kelola negara ini, baik aparatur sipil maupun keamanan, tidak semena-mena lagi pada manusia,” kata Anam.

“Kita menghormati keresahan korban, tapi di sisi lain ada kebutuhan publik, masa depan itu baik. Polisinya baik, tentaranya baik, aparat pemerintahnya juga baik. Pentingnya penyelesaian pelanggaran HAM berat ya itu,” tambahnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com