Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Koalisi Dini dan Nasib Pemerintahan Jokowi

Kompas.com - 18/05/2022, 14:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2024 masih sekitar dua tahun lagi. Namun, sejumlah partai politik sudah sibuk menyiapkan diri dan membentuk koalisi.

Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2022 – 2027 baru dilantik April lalu. Tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 juga belum mulai dilaksanakan. Namun, sejumlah partai politik sudah mulai ancang-ancang. Terbaru, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Amanat Nasional (PAN) mendeklarasikan terbentuknya Koalisi Indonesia Bersatu.

Deklarasi koalisi itu agak mengejutkan. Pertama, karena Pilpres 2024 masih lama. Kedua karena tiga partai yang bergabung dan membentuk koalisi itu adalah partai-partai yang masuk dalam koalisi pendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini. Bahkan, dua ketua umum dari anggota koalisi adalah pembantu Jokowi.

Baca juga: Bentuk Koalisi Indonesia Bersatu, Golkar Kekeh Usung Airlangga Capres 2024

 

Ketum Golkar dan PPP adalah menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju (2019-2024). Ketum Golkar Airlangga Hartarto adalah Menko Perekonomian. Sementara Ketum PPP Suharso Monoarfa adalah Menteri PPN atau Kepala Bappenas.

Curi start atau cari selamat sendiri

Koalisi Indonesia Bersatu itu dinilai sebagai upaya Golkar, PPP, dan PAN untuk mitigasi dan menyelamatkan diri jelang Pemilu 2024. Pasalnya, pada Pemilu 2019 perolehan suara PAN dan PPP tak signifikan. Sementara, meski masuk dalam tiga besar partai pemenang Pemilu 2019, daya tawar Golkar di Pemilu 2024 dianggap tak besar. Apalagi, partai pimpinan Airlangga Hartarto itu dikabarkan tak satu suara dan diterpa isu kudeta.

Koalisi Indonesia Bersatu dianggap sebagai upaya ketiga partai itu untuk menaikkan elektabilitas dan mendulang suara serta dukungan. Ini diharapkan bisa terjadi jika pasangan calon presiden dan wakil presiden yang mereka usung memiliki popularitas dan elektabilitas yang tinggi. Meski dianggap tak signifikan, mereka berharap mendapatkan efek ekor jas (coat tail effect).

Selain itu, koalisi ini juga dianggap sebagai upaya ‘memancing’ tokoh-tokoh yang memiliki kans untuk maju di Pilpres 2024. Karena, koalisi ini memenuhi syarat untuk mencalonkan pasangan capres dan cawapres di Pilpres 2024 nanti. Berdasarkan aturan Pasal 222 UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, Koalisi Indonesia Bersatu memenuhi syarat ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold. Karena jika perolehan suara Golkar, PPP dan PAN pada Pemilu 2019 digabung, angkanya mencapai 23,67 persen. Sementara ambang batas pencalonan presiden adalah 20 persen.

Koalisi Indonesia Bersatu mendapat sinyal dukungan dari beberapa tokoh yang namanya kerap muncul di survei untuk bursa capres. Tiga hari usai deklarasi, koalisi ini didatangi Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Pria yang akrab disapa Emil ini adalah salah satu tokoh yang namanya kerap muncul di survei bursa capres.

Selain Emil, nama-nama lain seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan juga muncul. Mereka digadang-gadang berpotensi menjadi bakal capres yang diusung koalisi yang baru seumur jagung ini.

Nasib pemerintahan Jokowi

Tak semua menyambut baik. Koalisi Indonesia Bersatu juga menuai kritik. Pasalnya, mereka yang membentuk koalisi ini adalah partai-partai yang masih tercatat sebagai anggota koalisi pendukung pemerintahan Jokowi. Bahkan dua ketua umum dari tiga partai anggota koalisi masih tercatat sebagai menteri di kabinet Jokowi.

Indonesia belum selesai mengurus pandemi. Ekonomi nasional juga masih recovery dan belum pulih kembali. Selain itu, sejumlah persoalan juga masih menyelimuti bangsa ini, seperti kasus minyak goreng dan sejumlah komoditas pangan dalam negeri.

Baca juga: Tanggapi Koalisi Indonesia Bersatu, Nasdem: Makin Baik Untuk Indonesia

Meski sah dan tak dilarang undang-undang, manuver politik sejumlah partai tersebut dinilai tak elok dan menohok. Ada potensi, Jokowi bakal ditinggal sendiri jelang Pemilu 2024. Jika masih dua tahun saja partai-partai anggota koalisi dan para menteri Jokowi sibuk sendiri, lalu bagaimana jelang Pemilu 2024 yang akan datang.

Seharusnya partai-partai anggota koalisi pemerintah ini setia mendukung dan menemani Jokowi menuntaskan program yang sudah dicanangkan dan diagendakan. Bukan malah sibuk bermanuver dan cari selamat sendiri dengan membentuk koalisi dalam koalisi.

Apa sebenarnya motif dan tujuan dari terbentuknya koalisi ini? Benarkah mereka cari selamat sendiri dan akan meninggalkan Jokowi? Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (18/5/2022), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.30 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Keberatan Ditertibkan, Juru Parkir Minimarket: Cari Kerjaan Kan Susah...

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com