Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Setor Pelunasan Uang Denda dan Pengganti Rp 3,5 Miliar dari Eks Gubernur Sultra Nur Alam

Kompas.com - 10/05/2022, 20:53 WIB
Irfan Kamil,
Bagus Santosa

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyetorkan pelunasan uang denda dan uang pengganti sebesar Rp 3,5 miliar dari mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam.

Nur Alam merupakan terpidana kasus korupsi terkait Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.

"Tim Jaksa Eksekutor KPK telah melakukan penyetoran ke kas negara pelunasan uang hasil penagihan dengan total sejumlah Rp 3,5 miliar dari terpidana Nur Alam berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, melalui keterangan tertulis, Selasa (10/5/2022).

Baca juga: KPK Bakal Mitigasi Potensi Celah Korupsi 272 Penjabat Kepala Daerah

Ali menyampaikan, upaya penagihan uang denda dan uang pengganti  yang dilakukan oleh tim Jaksa Eksekutor KPK merupakan langkah optimalisasi asset recovery dari hasil tindak pidana korupsi yang dinikmati oleh para koruptor.

"KPK melalui Direktorat pengelolaan barang bukti dan eksekusi terus aktif melakukan penagihan uang denda maupun uang pengganti terhadap para terpidana korupsi yang perkaranya ditangani KPK," ucapnya.

Sebagai informasi, KPK menjebloskan  Nur Alam ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Eksekusi dilakukan berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2633 K/PID.SUS/2018 tanggal 5 Desember 2018.

Baca juga: Bakal Diperiksa Lagi Terkait Kasus Bupati PPU, Andi Arief: Apapun Kebutuhan KPK Saya Siap Bantu

Berdasarkan putusan tersebut, Nur Alam menjalani pidana penjara selama 12 tahun. Kemudian ia harus membayar pidana denda Rp 750 juta subsider 8 bulan kurungan.

Selain itu, ia dibebankan uang pengganti sekitar Rp 2,7 miliar. Hak politik Nur Alam juga dicabut selama 5 tahun usai dirinya menjalani masa pidana pokoknya.

Sebelumnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap Nur Alam. Pada waktu itu, hukumannya diperberat dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara. Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar.

Pengadilan Tinggi juga menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum Nur Alam membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar.

Kemudian, mencabut hak politik Nur Alam selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana. Pada akhirnya, Nur Alam mengajukan kasasi atas vonis tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com