Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Perdana Gugatan UU IKN, Majelis Hakim Anggap Legal Standing Busyro Muqoddas dkk Belum Kuat

Kompas.com - 25/04/2022, 13:43 WIB
Vitorio Mantalean,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

 

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mempertanyakan kedudukan hukum atau legal standing Busyro Muqoddas dkk dalam permohonan uji formil Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).

Menurut majelis hakim, kedudukan mereka belum tergambar secara jelas dalam draf permohonan para pemohon.

Dalam draf permohonan, Busyro, misalnya, yang notabene adalah Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah dan eks pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu, tercantum sebagai dosen dan disebut sebagai "Pemohon 1".

"Misalnya Pemohon 1, Anda mengatakannya (sebagai) orang yang concern di penegakkan tindak pidana korupsi, mengritik kebijakan pemerintah. Pertanyaannya, hak konstitusional mana yang dirugikan (oleh UU IKN)?" kata hakim ketua Aswanto, dikutip dari siaran langsung via kanal YouTube resmi MK, Senin (25/4/2022).

Baca juga: Sidang Perdana Gugatan UU IKN Busyro Muqoddas dkk, MK Nilai Alasan Pemohon Kurang Komprehensif

"Harus jelas bahwa Pemohon 1 itu mempunyai hak yang diberikan konstitusi yaitu bla bla bla. Dengan munculnya, UU IKN ini maka ada hak konstitusional itu dirugikan. Ini belum terurai komprehensif," ungkapnya.

Selain Busyro, ada lima pemohon lain yang tercatat di dalam draf permohonan, yakni Trisno Raharjo (dosen), Yati Dahlia (ibu rumah tangga/warga Sepaku terdampak IKN), Dwi Putri Cahyawati (Dekan FH Universitas Muhammadiyah Jakarta), Aliansi Masyarakat Adat Indonesia (AMAN) diwakili Sekjen Rukka Sombolinggi, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) diwakili Ketua Pengurus Zenzi Suhadi dan Sekretaris Pengurus M Ishlah.

Aswanto juga menyoroti legal standing pihak lainnya, seperti Trisno dan Dwi Putri, yang dianggap kurang kuat ditunjukkan letak kerugian hak konstitusionalnya.

"Saudara hanya mengulas secara singkat, bahkan cenderung tidak jelas, bahwa dia orang yang tahu proses pembuatan perundang-undangan, karena itu dia dirugikan hak konstitusionalnya," kata dia.

"Semua orang hukum paham tentang bagaimana proses pembuatan undang-undang. Berapa banyak orang hukum di negara kita? Kalau kita menggunakan asumsi itu, berarti sekian sarjana hukum tidak merasa dirugikan. Ini akan berpengaruh nanti bagi putusan yang diambil oleh mahkamah," jelas Aswanto.

Baca juga: Merasa Haknya Dipreteli, Sopir Angkot Terisak Bacakan Berkas Perkara Uji Formil UU IKN

Ia juga meminta agar para pemohon, khususnya AMAN dan WALHI, melampirkan bukti bahwa perwakilan yang dikirim untuk memohon uji formil ini memang sesuai AD/ART masing-masing.

Aswanto menambahkan, jika legal standing para pemohon tak diuraikan dengan meyakinkan, kemungkinan besar pemohon yang dimaksud tidak dibawa ke pemeriksaan lanjutan/persidangan.

"Jadi Anda betul-betul harus mengelaborasi sedemikian rupa pada bagian legal standing sehingga Mahkamah bisa yakin, bahwa betul para pemohon memiliki kerugian konstitusional karena lahirnya UU ini," kata Aswanto.

"Sehingga jelas tidak ada yang bisa menyangkal bahwa orang ini mengalami kerugian konstitusional dengan lahirnya UU IKN," tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com