JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar forensik digital Ruby Alamsyah mengatakan, pemerintah sebagai pengelola aplikasi PeduliLindungi harus menjaga keamanan data pengguna supaya tidak terjadi lagi kebocoran seperti di masa lalu.
Sebab, menurut dia, data pengguna yang disimpan oleh aplikasi PeduliLindungi dan lainnya selalu diincar oleh peretas untuk disalahgunakan.
"Kita harapkan PeduliLindungi jaga keamanannya seperti sekarang atau lebih baik lagi. Karena sangat menarik untuk pihak yang mencoba mengambil datanya," kata Ruby seperti dikutip Kompas TV, Selasa (19/4/2022).
Pernyataan itu disampaikan Ruby menanggapi laporan Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang menyebut aplikasi PeduliLindungi berpotensi melanggar hak asasi manusia (HAM), yaitu dalam hak memiliki privasi.
Menurut Ruby, aplikasi PeduliLindungi memiliki fitur penghapusan data. Hanya data yang masih diperlukan yang disimpan, sedangkan data-data lama dihapus.
Baca juga: Komnas HAM: Tak Ada Laporan Pelanggaran HAM karena Aplikasi PeduliLindungi
Dia juga menyarankan agar pemerintah menyosialisasikan, bagaimana aplikasi itu menerapkan pengamanan agar data penggunanya tidak bocor. Sehingga, penggunaan PeduliLindungi sesuai aturan dan tidak melanggar HAM.
Menurut Ruby, kebocoran data di aplikasi daring tak berbayar atau gratis memang kerap terjadi. Kebocoran data juga bisa terjadi di aplikasi milik pemerintah.
Hal itu seperti yang pernah terjadi pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, di mana ada kebocoran ratusan juta data peserta.
Namun, khusus PeduliLindungi, Ruby menyebut hanya pernah terjadi satu kali kebocoran data, yakni saat Nomor Induk Kependudukan (NIK) Presiden Joko Widodo (Jokowi) terungkap.
"Setelah itu dilakukan perbaikan. Dan sampai saat ini belum kelihatan lagi ada celah data bocor di PeduliLindungi," ucap Ruby.
Baca juga: Kemenkes Bantah Tuduhan Aplikasi PeduliLindungi Langgar HAM, Ini Alasannya
Ruby mengatakan, laporan Kemenlu AS juga tidak mengatakan secara spesifik pada bagian mana terjadi kasus kebocoran data PeduliLindungi.
Di sisi lain, Ruby mengatakan, aplikasi PeduliLindungi sebenarnya pemberian pemerintah Singapura, yang kemudian dikembangkan oleh Indonesia. Singapura adalah negara di Asia Tenggara yang menggunakan aplikasi untuk memantau pergerakan dan kondisi kesehatan penduduk setiap hari saat pandemi Covid-19 terjadi.
Menurut Ruby, jika AS menuduh ada dugaan pelanggaran HAM dalam pemanfaatan aplikasi PeduliLindugi maka tuduhan yang sama juga harus diberikan kepada Singapura.
"Yang perlu digarisbawahi, kalau mereka sebut Indonesia melanggar HAM, berarti Singapura juga melanggar HAM," kata dia.
Dalam laporan yang bertajuk "2021 Country Reports on Human Rights Practices" dari Kemenlu AS disebutkan aplikasi PeduliLindungi mewajibkan individu yang memasuki ruang publik seperti mal untuk check-in menggunakan aplikasi.
"Aplikasi ini menyimpan informasi tentang status vaksinasi individu. LSM menyatakan keprihatinan tentang informasi apa yang dikumpulkan dan bagaimana data disimpan dan digunakan pemerintah," tulis laporan itu.
Baca juga: Ketua DPR Minta Pemerintah Buktikan PeduliLindungi Tak Langgar Privasi
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang menjadi salah satu pengguna data PeduliLindungi membantah tuduhan soal pelanggaran HAM.
Menurut Juru bicara Kemenkes dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, tudingan itu tidak berdasar.
“Tuduhan aplikasi ini tidak berguna dan juga melanggar hak asasi manusia (HAM) adalah sesuatu yang tidak mendasar," tutur Nadia dalam keterangan resminya Jumat (15/4/2022).
Menurutnya, laporan asli dari Kemenlu AS tidak menuduh penggunaan aplikasi PeduliLindungi melanggar HAM. Namun, kata Nadia, ada pihak-pihak tertentu yang kemudian memberikan kesimpulan tersendiri.
"Kami memohon agar para pihak berhenti memelintir seolah-olah laporan tersebut menyimpulkan adanya pelanggaran,” ujar Nadia.
Terkait hal itu, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah menyatakan, tidak ada negara yang sempurna dalam isu hak asasi manusia (HAM), termasuk Amerika Serikat (AS).
Baca juga: PeduliLindungi Dituding Langgar HAM, Anggota DPR: AS Perlu Belajar dari Indonesia
"Tidak ada negara yang sempurna atas isu HAM, tidak juga AS," kata Faizasyah saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (16/4/2022).
Ia justru bertanya balik kepada AS, apakah tidak ada isu pelanggaran HAM di negara berjuluk Negeri Paman Sam tersebut.
"Apakah tidak ada kasus HAM di AS, serius?" ujar Faizasyah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.