Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Pribadi Warga Jadi Taruhan, Elsam Nilai UU Administrasi Kependudukan Harus Direvisi

Kompas.com - 18/04/2022, 15:27 WIB
Vitorio Mantalean,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (eLSAM) mendesak revisi Undang-undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, sehubungan dengan langkah Kementerian Dalam Negeri memberikan izin akses data nomor induk kependudukan (NIK) ke sektor privat.

Pertama, kata Direktur eLSAM Wahyudi Djafar, karena UU Administrasi Kependudukan sebenarnya tidak memberikan izin akses data oleh sektor privat.

Tetapi, pemerintah malah mengizinkannya dan baru-baru saja membuat kebijakan baru yaitu mengenakan tarif Rp 1.000 sekali akses untuk para stakeholder.

"Mestinya dirumuskan secara baik di dalam undang-undang. Ini kan menyangkut pemenuhan hak-hak orang," jelas Wahyudi kepada Kompas.com, Senin (18/4/2022).

Baca juga: Kemendagri Izinkan NIK Diakses Perusahaan, Dasar Hukum Pemerintah Dianggap Lemah

Izin akses kepada sektor privat berupa institusi badan hukum, termasuk perusahaan/lembaga berorientasi laba, sebetulnya sudah dilakukan sejak lama.

Padahal, UU itu memuat 31 item data kependudukan dan data agregat untuk digunakan oleh "pengguna" yang notabene lembaga negara dan pemerintahan.

Tujuannya untuk 5 keperluan, yaitu pelayanan publik, perencanaan pembangunan, alokasi anggaran, pembangunan demokrasi, dan penegakan hukum/pencegahan kriminal.

Tetapi, UU itu diterjemahkan lewat Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2015, di mana "pengguna" data kependudukan bukan lagi sebatas lembaga negara dan pemerintahan, melainkan juga termasuk "badan hukum Indonesia".

"Jangan semata-mata diatur di level teknis seperti peraturan pemerintah, apalagi peraturan menteri," katanya.

Baca juga: Tarik Menarik RUU PDP dan Pentingnya Independensi Otoritas Perlindungan Data Pribadi

Kedua, revisi ini sekaligus memperbarui mekanisme perlindungan data pribadi yang saat ini dinilai belum mumpuni.

Dalam UU Administrasi Kependudukan, data pribadi yang harus dilindungi (Pasal 84) hanyalah keterangan cacat, sidik jari, iris mata, tanda tangan, dan aib seseorang.

Sementara itu, 26 item lainnya dianggap data kependudukan umum, meskipun di dalamnya terdapat elemen-elemen yang juga bersifat pribadi seperti nama dan NIK ayah dan ibu kandung sampai alamat.

Sementara itu, Indonesia sampai sekarang belum memiliki Undang-undang Perlindungan Data Pribadi.

Baca juga: Siapa Saja yang Harus Membayar Rp 1.000 untuk Akses NIK?

"Seluruh prinsip perlindungan data pribadi, baik keterbatasan tujuan, keterbatasan penyimpanan, prinsip akuntabilitas, integritas, dan lain-lain harus diterapkan, tidak hanya oleh Dukcapil tapi semua pihak yang mengakses harus menerapkan standar keamanan data pribadi tertinggi," jelas Wahyudi.

"Ketika terjadi insiden perlindungan data, kebocoran yang terjadi akibat akses pihak ketiga, warga sebagai subjek tidak bisa melakukan apa pun karena tidak ada kejelasan rujukan legislasi yang mengatur terkait pemrosesan data ini. Semua hanya melalui kerja sama pengaksesan yang dirumuskan dalam MoU dan perjanjian kerja sama," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Polri Desak Kepolisian Thailand Serahkan Fredy Pratama ke Indonesia Jika Tertangkap

Nasional
Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Jokowi Sebut 3 Hal yang Ditakuti Dunia, Wamenkeu Beri Penjelasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com