Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Cerita Begal yang "Dimuliakan" Tak Pernah Berakhir

Kompas.com - 16/04/2022, 06:42 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

"Betapa pun tajamnya pedang keadilan, ia tidak memenggal kepala orang yang tidak bersalah."

DI SETIAP perkuliahan Pengantar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) di Kampus Depok, Jawa Barat pada era 1988-an, saya selalu terngiang dengan taklimat ini yang kerap diucapkan dengan tegas oleh mendiang Profesor Purnadi Purbatjaraka.

Andai selarik kalimat yang mendefiniskan keadilan ini dipahami saja – tidak perlu untuk dihayati – oleh aparat penyidik di Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tentu kasus yang mengusik rasa keadilan yang menimpa Amaq Sinta alias Murtede (34) tidak menjadi “lelucon” yang membuat malu hamba wet.

Dalam novel detektif Indonesia di masa lampau, sering polisi disebut sebagai hamba wet atau hamba hukum.

Baca juga: Amaq Sinta Sedih dan Kecewa, Dijadikan Tersangka Usai Bunuh 2 Begal: Padahal Saya Membela Diri

Hamba wet dalam novel-novel masa lalu selalu digambarkan sebagai sosok yang gagah, cerdas dan keren.

Kali ini saya semakin yakin era pelawak Srimulat, Warko DKI, Bagito atau Cak Lontong sekalipun akan kalah lucu dengan kisah penetapan status tersangka terhadap korban begal Amaq Sinta.

Betapa tidak, Amaq Sinta yang gagah berani bak Steven Seagal di film-film laga, berani melawan empat kawanan begal bersenjata tajam jenis pedang yang bermaksud merampas motornya secara ksatria di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah pada hari Minggu malam (10/4/2022).

Tanpa ada warga yang menolong walau Amaq sudah berteriak meminta pertolongan, Amaq berhasil melumpuhkan dua begal berbekal pisau kecil yang dibawanya. Sementara dua begal lainnya kabur karena “keder” dengan kemampuan bela diri Amaq.

Baca juga: Dusun Matek Maling, Nama Unik Tempat Tinggal Amaq Sinta, Pria yang Jadi Tersangka karena Membunuh Begal

Dua begal yang dilumpuhkan Amaq akhirnya tewas, sementara Amaq hanya menderita luka ringan.

Padahal, maksud kepergian Amaq yang sehari-hari berprofesi sebagai petani dan tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah hendak mengantarkan makanan untuk ibunya yang tengah “gering” di Lombok Timur (Kompas.com, 14 April 2022).

Usai kejadian, Amaq mengucapkan syukur tiada henti karena nyawanya masih dilindungi Tuhan dari sergapan empat begal bersenjata.

Selain tidak memiliki kepandaian ilmu bela diri, Amaq juga tidak mempunyai ilmu “kanuragan” yang bertulang laksana baja dan berotot ibarat kawat.

Bukannya mendapat penghargaan dari hamba wet karena menggagalkan upaya kejahatan dan membantu meringankan tugas kepolisian, justru Amaq ditetapkan sebagai tersangka.

Bahkan nasehat Wakapolres Lombok Tengah Kompol Ketut Tamiana soal kasus pembegalan yang menimpa Amaq malah mencoreng institusinya.

Polisi seperti ini kudu mendapat pendidikan “ulang” agar bisa memahami tugas-tugas kepolisian dan belajar alur berpikir yang normal.

Ketut Tamiana menyerukan semua pihak untuk tidak main hakim sendiri karena melanggar hukum dan termasuk tindak pidana, sekalipun menghadapi begal yang mengancam nyawa.

Lebih baik jangan keluar malam sendirian, usahakan berteman saat berkendara serta jangan melalui jalanan sepi dan tidak membawa barang berharga (Ntb.inews.id, 14 April 2022).

Baca juga: Ramai soal Korban Begal Jadi Tersangka di Lombok, Ini Kata Ahli Pidana

Jika semua polisi di Tanah Air berpola pikir seperti Wakapolres Lombok Tengah itu, entah bagaimana senangnya para begal yang masih “bebas” di luaran sana karena belum tertangkap oleh polisi.

Hamba wet kita tidak terbiasa untuk berpikir “sebab akibat”, mengapa Amaq berbuat mempertahankan nyawa dan motor berharganya dari serangan “keroyokan” begal beringas sehingga berbuat sebisa dan semampunya.

Amaq harus memilih: dibunuh atau melawan sebisanya. Kematian begal tentu bukan menjadi motifnya. Tindakannya hanya sekadar membela diri dan harta yang dimilikinya, yakni motor!

Polisi kita tidak mampu atau tidak mau berpikir dengan pola pijakan causa prima dan qua causa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com