Salin Artikel

Cerita Begal yang "Dimuliakan" Tak Pernah Berakhir

DI SETIAP perkuliahan Pengantar Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI) di Kampus Depok, Jawa Barat pada era 1988-an, saya selalu terngiang dengan taklimat ini yang kerap diucapkan dengan tegas oleh mendiang Profesor Purnadi Purbatjaraka.

Andai selarik kalimat yang mendefiniskan keadilan ini dipahami saja – tidak perlu untuk dihayati – oleh aparat penyidik di Polres Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), tentu kasus yang mengusik rasa keadilan yang menimpa Amaq Sinta alias Murtede (34) tidak menjadi “lelucon” yang membuat malu hamba wet.

Dalam novel detektif Indonesia di masa lampau, sering polisi disebut sebagai hamba wet atau hamba hukum.

Hamba wet dalam novel-novel masa lalu selalu digambarkan sebagai sosok yang gagah, cerdas dan keren.

Kali ini saya semakin yakin era pelawak Srimulat, Warko DKI, Bagito atau Cak Lontong sekalipun akan kalah lucu dengan kisah penetapan status tersangka terhadap korban begal Amaq Sinta.

Betapa tidak, Amaq Sinta yang gagah berani bak Steven Seagal di film-film laga, berani melawan empat kawanan begal bersenjata tajam jenis pedang yang bermaksud merampas motornya secara ksatria di Jalan Raya Dusun Babila, Desa Ganti, Kecamatan Praya Timur, Lombok Tengah pada hari Minggu malam (10/4/2022).

Tanpa ada warga yang menolong walau Amaq sudah berteriak meminta pertolongan, Amaq berhasil melumpuhkan dua begal berbekal pisau kecil yang dibawanya. Sementara dua begal lainnya kabur karena “keder” dengan kemampuan bela diri Amaq.

Dua begal yang dilumpuhkan Amaq akhirnya tewas, sementara Amaq hanya menderita luka ringan.

Padahal, maksud kepergian Amaq yang sehari-hari berprofesi sebagai petani dan tidak pernah mengenyam pendidikan di sekolah hendak mengantarkan makanan untuk ibunya yang tengah “gering” di Lombok Timur (Kompas.com, 14 April 2022).

Usai kejadian, Amaq mengucapkan syukur tiada henti karena nyawanya masih dilindungi Tuhan dari sergapan empat begal bersenjata.

Selain tidak memiliki kepandaian ilmu bela diri, Amaq juga tidak mempunyai ilmu “kanuragan” yang bertulang laksana baja dan berotot ibarat kawat.

Bukannya mendapat penghargaan dari hamba wet karena menggagalkan upaya kejahatan dan membantu meringankan tugas kepolisian, justru Amaq ditetapkan sebagai tersangka.

Bahkan nasehat Wakapolres Lombok Tengah Kompol Ketut Tamiana soal kasus pembegalan yang menimpa Amaq malah mencoreng institusinya.

Polisi seperti ini kudu mendapat pendidikan “ulang” agar bisa memahami tugas-tugas kepolisian dan belajar alur berpikir yang normal.

Ketut Tamiana menyerukan semua pihak untuk tidak main hakim sendiri karena melanggar hukum dan termasuk tindak pidana, sekalipun menghadapi begal yang mengancam nyawa.

Lebih baik jangan keluar malam sendirian, usahakan berteman saat berkendara serta jangan melalui jalanan sepi dan tidak membawa barang berharga (Ntb.inews.id, 14 April 2022).

Jika semua polisi di Tanah Air berpola pikir seperti Wakapolres Lombok Tengah itu, entah bagaimana senangnya para begal yang masih “bebas” di luaran sana karena belum tertangkap oleh polisi.

Hamba wet kita tidak terbiasa untuk berpikir “sebab akibat”, mengapa Amaq berbuat mempertahankan nyawa dan motor berharganya dari serangan “keroyokan” begal beringas sehingga berbuat sebisa dan semampunya.

Amaq harus memilih: dibunuh atau melawan sebisanya. Kematian begal tentu bukan menjadi motifnya. Tindakannya hanya sekadar membela diri dan harta yang dimilikinya, yakni motor!

Polisi kita tidak mampu atau tidak mau berpikir dengan pola pijakan causa prima dan qua causa.

Dari bahasa Latin, causa prima berarti penyebab atau faktor utama tanpa diawali oleh faktor lain. Sebaliknya, qua causa berarti penyebab atau faktor penyerta yang menimbulkan dampak.

Mengapa Amaq sampai harus melawan dan kematian begal menjadi dampak perlawanannya lebih disebabkan faktor serangan dan keroyokan empat kawanan begal bersenjata yang akan merampas motornya dan malah mengancam nyawanya.

Tidak akan masuk dalam kategori logika yang sederhana sekalipun, keempat begal tersebut hanya bersenda gurau.

Alih-alih mengajak joget koplo campursari usai merampas motor korban. Motif dan niatan jahat dari empat begal tersebut sudah “terang-benderang”.

Tidak hanya motif dan niatan, empat begal sialan itu juga bertindak atau berbuat jahat dengan mencoba melibas korban dengan ayunan pedang.

Justru tugas polisi untuk menggali dari keterangan dua begal lain yang sebelumnya berhasil kabur untuk dicroscekkan dengan keterangan korban serta saksi mata.

Demikian juga dengan bukti-bukti yang ada di Tempat Kejadian Perkara (TKP) seperti senjata pembegal yang tertinggal, bercak darah di tubuh korban dan mayat pembegal serta begal yang meyelamatkan diri dari serangan Steven Seagal van Lombok.

Polisi harus mencari “profiling” pembegal dan melihat catatan kriminal yang mungkin dimiliki para pembegal. Latar belakang kawanan begal juga harus dilacak oleh polisi.

Polres Lombok Tengah harusnya punya daftar orang-orang yang selama ini “berprofesi” sebagai “pemetik”, penadah hingga yang biasa “menebas” korban di malam hari.

Akan aneh jika polisi malah menghimbau supaya warga menghindari jalan pada malam hari, menghindari jalan sepi dan tidak membawa barang berharga.

Amaq mengendarai motor pada malam hari karena ada keperluan mendesak untuk menjenguk ibunya yang sakit.

Menjadi pertanyaan yang mengganjal publik, apa pekerjaan jajaran polisi di Polres Lombok Tengah kalau begitu jika warga dilarang mengendarai pada malam hari walau ada keperluan mendesak?

Mengapa polisi melarang warga melewati jalan yang sepi? Apakah memang tidak ada patroli dan titik potensi kriminalitas dibiarkan saja oleh polisi?

Jangankan membawa barang berharga, Amaq yang hanya membawa bekal makanan untuk ibunya saja justru diincar kawanan begal karena motornya itu sendiri yang menjadi sasaran kejahatan.

Arahan Bareskrim penyelamat institusi

Mengingat kasus penyematan status tersangka untuk korban pembegalan mencuat hingga menjadi viral di media sosial, Polda NTB mengambil alih kasus Amaq Sinta sejak Kamis (14/4/2022).

Polda NTB menyebutkan pengambilalihan perkara “begal yang dimuliakan” itu sebagai rangkaian tindakan penyidikan untuk membuka kasus tersebut secara terang.

Usai penetapan status tersangka, Amaq sempat ditahan dan akhirnya dibebaskan berkat tekanan massa yang sempat mendemo kantor Polres Lombok Tengah, Rabu (13/4/2022).

Massa yang membela Amaq tidak habis pikir, kenapa korban yang membela diri dari ancaman bahaya pembunuhan justrui dipersalahkan oleh polisi (Kompas.com, 13 April 2022).

Konstruksi hukum yang dibangun aparat Polres Lombok Tengah adalah pengenaan Pasal 338 Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP), yakni menghilangkan nyawa seseorang melanggar hukum maupun Pasal 351 ayat (3), yaitu melakukan penganiayaan mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang.

Sementara dua pembegal yang masih hidup menjadi tersangka kasus pencurian dengan pemberatan (curat).

Agar nilai-nilai keadilan memiliki “ketegasan” dan “kepastian” di masyarakat akibat kasus Amaq Sinta yang “membingungkan” para hamba wet, untungnya ada arahan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisan Republik Indonesia (Kabareskrim) Komjen Pol Agus Andrianto.

Menurut Agus, harusnya Amaq Sinta yang sudah membunuh dua pelaku karena demi membela diri dilindungi dari hukum (Kompas.com, 16 April 2022).

Pengambilalihan yang dilakukan Polda NTB harusnya juga diikuti dengan gelar perkara dengan mengundang kejaksaan, tokoh masyarakat dan tokoh agama.

Pendapat mereka penting untuk memperjelas apakah kasus Amaq layak ditindaklanjuti atau tidak. Legitimasi masyarakat akan menjadi dasar langkah Polda NTB selanjutnya.

Jika cara ini ditempuh Polda NTB dan nantinya dilaksanakan di tingkat Polres Lombok Tengah akan menjadikan hukum normatif yang diterapkan memiliki pengkayaan dan penguatan aspek hukum dari juridis, sosial,dan agama.

Hukum tidak lagi “kaku” dan semena-mena dipakai aparat untuk kelengkapan konstruksi perkara, tetapi menjadi hukum yang hidup dan mengakomodir nilai-nilai keadilan yang hakiki.

Terobosan hukum untuk memperkokoh hukum selama ini kerap diabaikan. Akibatnya hamba wet seperti memakai kacamata kuda tanpa mau melirik atau melongok aspek-aspek kemanusian dan keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat.

Bicara tentang kasus hukum “nyentrik bin aneh” yang terjadi di tanah air memang terkadang membuat kita terpingkal-pingkal.

Masih ingat dengan nenek Asyani yang menebang kayu jati miliknya sendiri malah dituduh mengambil milik Perhutani dan dipenjara?

Tuntutan jaksa di Pengadilan Negeri Situbondo terhadap nenek renta berusia 63 tahun karena menebang pohon jati yang tumbuh di rumahnya adalah penjara selama 1 tahun 8 bulan dan denda Rp 500 juta (Liputan6.com, 23 April 2015).

Kasus lain, nenek Minah yang mencuri tiga kakao karena kelaparan di sebuah perkebunan di Purwokerto, Jawa Tengah harus menebusnya dengan ganjaran vonis penjara 1 tahun 15 hari penjara (Kompas.com, 21 Januari 2021).

Seorang pelajar SMAN 3 Palu yang ketahuan mengambil sendal seharga Rp 30.000 milik anggota Polri dituntut dengan hukuman 5 tahun penjara (Detik.com, 21 Desember 2011).

Demikian juga dengan keahlian seorang pria lulusan SD yang juga penggemar elektronika merakit televisi dari piranti bekas, malah dipenjara karena dituduh menjual barang elektronika tidak berstandar (Tribunnews.com, 11 Januari 2016).

Dalam skala yang lebih besar, kepemilikan sah atas PT Tonia Mitra Sejahtera ternyata bisa “ditelikung” dengan pemalsuan akta perusahaan dan dijual ke “penggede”.

Kasus pemalsuan akta perusahaan yang dilakukan Amran Yunus sudah “inkrah” dan Amran sudah masuk penjara tetapi nyatanya aktor intelektualnya tetap bebas menambang di lahan orang lain yang memiliki alas bukti yang sah.

Kasus “besar” yang terpendam ini, menjadi ujian besar tentang pertambangan nikel di Sulawesi Tenggara.

Kerap hukum kita begitu tajam ke bawah tetapi “letoy” ke atas. Hukum begitu kejam dan sadis diterapkan kepada Amaq Sinta, nenek Asyani, nenek Minah, pencuri 3 buah kakao, perakit televisi bekas, pelajar pencuri sendal dan pemilik sah PT Tonia Mitra Sejahtera.

Sementara ke pencuri kakap “berdasi”, oknum tentara atau polisi, pejabat tinggi hukum menjadi sambil lalu dan ala kadarnya diterapkan.

Kepada begal-begal “kecil’ saja kita begitu pemisif, sementara kepada begal-begas kelas kakap betapa kita “muliakan”.

Bisa jadi cerita tentang begal memang tidak ada habisnya di negeri yang mengaku sangat Pancasilais ini.

“Adil ialah menimbang yang sama berat, menyalahkan yang salah dan membenarkan yang benar, mengembalikan hak yang empunya dan jangan berlaku zalim di atasnya. Berani menegakkan keadilan, walau mengenai diri sendiri, adalah puncak segala keberanian.” – Buya Hamka.

https://nasional.kompas.com/read/2022/04/16/06424241/cerita-begal-yang-dimuliakan-tak-pernah-berakhir

Terkini Lainnya

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

TNI Tembak 2 Anggota OPM yang Serang Pos Prajurit di Paro Nduga, tapi Berhasil Melarikan Diri

Nasional
Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Sebut Jaksa TI Tak Punya Mercy, KPK: Foto di Rumah Tetangga

Nasional
Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Kasus Korupsi Timah, Kejagung Dalami Kepemilikan Jet Pribadi Harvey Moeis

Nasional
Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Prabowo Minta Pendukung Tak Gelar Aksi saat MK Bacakan Putusan Sengketa Pilpres 2024

Nasional
Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Demokrat Sampaikan Kriteria Kadernya yang Bakal Masuk Kabinet Mendatang

Nasional
Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited  Capai Rp 17,43 Miliar

Antam Fokus Eksplorasi 3 Komoditas, Pengeluaran Preliminary Unaudited Capai Rp 17,43 Miliar

Nasional
KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

KPK Akan Panggil Kembali Gus Muhdlor sebagai Tersangka Pekan Depan

Nasional
Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Gibran Dikabarkan Ada di Jakarta Hari Ini, TKN: Agenda Pribadi

Nasional
Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Unjuk Rasa di Patung Kuda Diwarnai Lempar Batu, TKN Minta Pendukung Patuhi Imbauan Prabowo

Nasional
Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Pemerintahan Baru Indonesia dan Harapan Perdamaian Rusia-Ukraina

Nasional
Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Prabowo Terima Kunjungan Eks PM Inggris Tony Blair di Kemenhan, Ini yang Dibahas

Nasional
KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

KPK Sebut Surat Sakit Gus Muhdlor Ganjil: Agak Lain Suratnya, Sembuhnya Kapan Kita Enggak Tahu

Nasional
Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Panglima AL Malaysia Datang ke Indonesia, Akan Ikut Memperingati 3 Tahun KRI Nanggala

Nasional
Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Beralasan Sakit, Gus Muhdlor Tak Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke