Terhadap sembilan tindak kekerasan seksual tersebut diatur hukuman pidana terhadap pelaku di dalam UU TPKS.
Selain kesembilan jenis tindak pidana kekerasan seksual yang disebut dalam Ayat (1), terdapat 10 jenis kekerasan seksual lain yang tercantum dalam Pasal (4) Ayat 2, yakni perkosaan, perbuatan cabul, persetubuhan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan atau eksploitasi seksual terhadap anak, dan perbuatan melanggar kesusilaan yang bertentangan dengan kehendak korban.
Baca juga: Hannah Al Rashid: Akhirnya Punya UU TPKS yang Melindungi Kita Semua
Kemudian, pornografi yang melibatkan anak atau pornografi yang secara eksplisit memuat kekerasan dan eksploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, tindak pidana perdagangan orang yang ditujukan untuk ekspolitasi seksual, serta kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga.
Ada pula tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya merupakan tindak pidana kekerasan seksual dan tindak pidana lain yang dinyatakan secara tegas sebagai tindak pidana kekerasan seksual sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU TPKS memberi kemungkinan bagi korban atau siapa pun yang mengetahui atau melihat peristiwa tindak kekerasan seksual untuk melakukan pelaporan.
Pelaporan ini dapat dilakukan kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA), lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, serta kepolisian.
Hal tersebut tertuang di dalam Pasal 39 Ayat (1) UU TPKS.
"Korban atau orang yang mengetahui, melihat, dan/atau menyaksikan peristiwa yang merupakan Tindak Pidana Kekerasan Seksual melaporkan kepada UPTD PPA, unit pelaksana teknis dan unit pelaksana teknis daerah di bidang sosial, Lembaga Penyedia Layanan Berbasis Masyarakat, dan atau kepolisian, baik di tempat korban berada maupun di tempat terjadinya tindak pidana," begitu bunyi aturan tersebut seperti dikutip Kompas.com, Rabu (13/4/2022).
Baca juga: Mengenal Apa Itu UU TPKS
Kemudian pada ayat berikutnya disebutkan, tenaga medis atau tenaga kesehatan wajib menginformasikan kepada UPTD PPA, lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat, atau kepolisian jika menemukan dugaan terjadinya TPKS.
Bila korban menyampaikan laporan langsung lewat kepolisian, Pasal 41 Ayat (4) UU TPKS menyebut, polisi wajib menerima laporan tersebut.
"Dalam hal korban menyampaikan laporan langsung melalui kepolisian, kepolisian wajib menerima laporan di ruang pelayanan khusus yang menjamin keamanan dan kerahasiaan korban," bunyi aturan tersebut.
Kemudian pada Pasal (42) Ayat (1) disebutkan, dalam waktu 1x24 jam sejak pelaporan, korban berhak mendapatkan perlindungan dari kepolisian.
Baca juga: Pejabat yang Lakukan Kekerasan Seksual Terancam 12 Tahun Penjara Sesuai UU TPKS
Kemudian pada Ayat (3) dijelaskan, dalam rangka melindungi korban, aparat kepolisian dapat membatasi gerak pelaku, baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu maupun pembatasan hak tertentu dari pelaku.
Adapun pada periode waktu yang sama terhitung sejak pemberian pelindungan sementara, kepolisian wajib mengajukan permintaan pelindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Selain itu, UU TPKS juga mengatur mengenai hak korban kekerasan seksual.