Terbaru, sejumlah kepala desa dan perangkat desa bergabung dalam barisan. Teriakan "Jokowi tiga periode" muncul saat acara Silaturahim Nasional Apdesi 2022 di Istora Senayan, Jakarta, Selasa (29/3/2022).
Kebetulan, teriakan itu bergema saat sesi tanya jawab dengan Luhut.
Jika mengacu pada pernyataan Jokowi sebelumnya, maka para kepala desa dan perangkat desa tersebut sama saja ingin menampar muka Jokowi, ingin cari muka terhadap Jokowi, atau ingin menjerumuskan Jokowi.
Isu ini makin panas karena jawaban Jokowi yang tidak lagi lugas dan tegas ketika merespons wacana presiden tiga periode dan penundaan pemilu yang kembali muncul.
Kini, Jokowi hanya menekankan dirinya akan patuh pada konstitusi. Jokowi membebaskan orang-orang untuk memberi usul soal masa jabatannya.
"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022).
"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi. Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi," kata Jokowi.
"Teriakan-teriakan seperti itu (masa jabatan 3 periode) kan sudah sering saya dengar. Tetapi yang jelas, konstitusi kita sudah jelas. Kita harus taat, harus patuh terhadap konstitusi, ya," ujar Jokowi, seusai meninjau Candi Borobudur di Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, pada Rabu (30/3/2022).
Publik menilai pernyataan Jokowi saat ini bersayap sehingga bisa ditafsirkan beragam.
Jokowi mengaku taat konstitusi. Jelas konstitusi yang dimaksud adalah UUD 1945 saat ini, yang tidak memberi ruang seseorang menjabat kepala negara lebih dari lima tahun (pemilu ditunda) atau bisa lebih dari dua periode.
Namun, yang disuarakan para pendukung Jokowi adalah amandemen Pasal 7 UUD 1945. Dengan amandemen, maka Jokowi tidak melanggar konstitusi jika ingin maju kembali dalam Pilpres 2024 atau menunda pemilu, bukan? Sama-sama "taat konstitusi".
Tidak tegasnya jawaban Jokowi membuat publik menyoroti kemungkinan manuver koalisi pemerintah di MPR. Apalagi, MPR berencana melakukan amandemen UUD 1945 secara terbatas terkait Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).
Sejumlah elite parpol pendukung pemerintah memang sudah melontarkan penolakan amandemen untuk mengubah masa jabatan presiden.
Namun, apakah sikap politisi bisa dipegang? Publik punya penilaian sendiri jika melihat patgulipat parpol dan pemerintah. Terakhir, bisa dilihat dari pengesahan UU Cipta Kerja.
Tidak tegasnya sikap Jokowi membuat masyarakat bereaksi keras. Sejumlah akademisi, aktivis, hingga tokoh politik terus menyuarakan penolakan penundaan pemilu atau wacana presiden periode dengan beragam alasan.
Salah satunya, mereka mengingatkan, membatasi kekuasaan pemerintah melalui pengaturan pembatasan masa jabatan untuk menghindari pemerintahan yang otoriter berkaca pada masa orde baru dan pemerintahan di negara lain.
Tampaknya, perdebatan masa jabatan presiden tak akan selesai selama Jokowi tidak lugas dan tegas menjawab, apakah memang ingin lebih lama berkuasa?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.