JAKARTA, KOMPAS.com - Survei Litbang Kompas yang dirilis pada Senin (28/3/2022) menunjukkan bahwa pengawasan masyarakat sipil terhadap kinerja pemerintah dinilai semakin lemah.
Survei menanyakan apakah dalam dua tahun terakhir pengawasan masyarakat sipil terhadap kinerja pemerintah semakin kuat, sama saja, atau makin lemah.
Hasilnya, mayoritas responden menjawab semakin lemah (37,3 persen) dan sebagian menilai semakin kuat (31,3 persen).
Ada pula yang menjawab sama saja (26,3 persen) dan sisanya menyatakan tidak tahu (5,1 persen).
Baca juga: Survei: Penggunaan Masker dan Testing Covid-19 Cenderung Turun
Menurut responden, melemahnya pengawasan masyarakat sipil pada kinerja pemerintah umumnya karena masyarakat terpengaruh berbagai isu di media sosial (75,3 persen).
Faktor lainnya yakni pemerintah dinilai pandai dalam mengelola atau mengendalikan isu (71,9 persen).
Penyebab lain, sejumlah aktivis yang dulu kritis kini bergabung di pemerintahan (63,5 persen).
Survei yang sama menanyakan apakah responden bersedia terlibat aktif dalam mengawasi kinerja pemerintah.
Hasilnya, di Jawa, 57,0 persen responden menyatakan bersedia terlibat aktif, lalu 36,6 persen tidak bersedia, dan 6,4 persen menjawab tidak tahu.
Sedangkan di luar Jawa, yang menyatakan bersedia terlibat aktif sebanyak 60,6 persen, lalu 37,7 persen mengaku tidak bersedia, dan 1,7 persen menjawab tidak tahu.
Baca juga: Mendag Kemarin Janji Ungkap Tersangka Mafia Minyak Goreng, Kini Bilang Belum Cukup Bukti
Langkah yang dinilai paling efektif dilakukan oleh masyarakat untuk mengawasi kinerja pemerintah yakni dialog dengan perwakilan pemerintah terkait suatu kebijakan (53,0 persen).
Lalu, kritik melalui media sosial (25,3 persen), demonstrasi (13,7 persen), dan lainnya (2,3 persen). Sisanya, responden menjawab tidak tahu (5,7 persen).
Berdasar survei, kelompok masyarakat sipil yang paling diharapkan dapat mengawal/mengawasi kinerja pemerintah yakni lembaga swadaya masyarakat (41,0 persen).
Disusul mahasiswa (33,7 persen), organisasi kepemudaan (11,1 persen), seluruh masyarakat tanpa terkecuali (5,3 persen), lainnya (2,8 persen), dan tidak tahu (6,1 persen).
Dalan survei yang sama juga ditemukan bahwa pemerintah dan DPR dinilai belum cukup melibatkan masyarakat dalam mengambil kebijakan.
Survei menanyakan apakah menurut responden dalam dua tahun terakhir pemerintah dan DPR telah secara memadai melibatkan masyarakat sebelum mengeluarkan suatu kebijakan.
Hasilnya, 66,1 responden menyatakan belum. Hanya 23,2 persen responden yang menyatakan sudah memadai.
Sisanya, sebanyak 10,7 persen responden menjawab tidak tahu.
Baca juga: Survei Litbang Kompas: 48,2 Persen Publik Tak Puas dengan Kinerja KPK, 43,7 Puas
Survei juga menanyakan hal utama yang harus dilakukan pemerintah dan DPR dalam melibatkan masyarakat sebelum mengeluarkan kebijakan.
Hasilnya, mayoritas responden menilai bahwa berkunjung ke berbagai daerah untuk menjaring aspirasi masyarakat terkait suatu kebijakan menjadi yang paling utama (43,2 persen).
Hal penting lainnya yakni menyediakan akses bagi masyarakat secara daring untuk memberikan masukan secara langsung kepada pejabat negara (34,8 persen).
Kemudian, melakukan diskusi secara daring dengan tokoh masyarakat di berbagai daerah (14,0 persen).
Sisanya, responden menjawab lainnya (2,2 persen) dan tidak tahu (5,8 persen).
Baca juga: Survei Charta Politika: Elektabilitas Ridwan Kamil Masih Kalah dari Prabowo di Kandang Sendiri
Survei ini dilakukan melalui telepon selama 7-12 Maret 2022. Survei melibatkan 1.002 responden berusia minimal 17 tahun di 34 provinsi.
Sampel ditentukan secara acak dari responden penel Litbang Kompas sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi.
Menggunakan metode ini, margin of error survei kurang lebih 3,10 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.