Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gaya Miftachul Akhyar Pimpin Ponpes di Kampung "Las Vegas" Surabaya

Kompas.com - 10/03/2022, 15:25 WIB
Elza Astari Retaduari

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Gaya Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengundurkan diri dari jabatan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Miftachul Akhyar saat memimpin pondok pesantren patut dipuji.

Ulama yang akrab disapa Kiai Miftach itu membangun Ponpes Miftachus Sunnah sejak masih muda.

Berawal di tahun 1978 saat Kiai Miftach memutuskan untuk mengurus tanah dan rumah peninggalan ibunya, Nyai Hj Ashfi'ah yang berada di Jalan Kedung Tarukan, Surabaya, yang sempat dikuasai beberapa pihak.

Saat itu, Kedung Tarukan disebut sebagai "Las Vegas Kedua" karena menjadi permukiman preman. Kedung Tarukan di tahun 1970-an menjadi daerah rawan perjudian dan tempat untuk mabuk-mabukan.

Kiai Miftach menetapkan hati ingin membangun kampung halamannya agar bisa menjadi daerah yang lebih baik.

Baca juga: Kisah Miftachul Akhyar, Bangun Ponpes di Permukiman Preman Sarang Pemabuk dan Penjudi

Saat merintis Ponpes Miftachus Sunnah, banyak kendala yang harus dihadapi Kiai Miftach.

Namun dengan pendekatan yang baik dari Kiai Miftach, mulai banyak warga "preman" memilih bertobat. Mereka kemudian menitipkan anak-anaknya untuk dididik di Ponpes Miftachus Sunnah

"Setelah masuk, pemimpun korak-nya bertobat dan putra-putranya saya rangkul. Mereka dan santri lain akhirnya mendukung perkembangan pondok ini," ungkap Kiai Miftach dalam pemberitaan Harian Kompas edisi 11 September 2009, dikutip Kompas.com pada Kamis (10/3/2022).

Hanya saja, memperbaiki keadaan di Kedung Tarukan tak semudah seperti membalikkan telapak tangan.

Saat pertama Ponpes Miftachus Sunnah didirikan, para santri kerap ditemukan menyelundupkan senjata atau melakukan tawuran di ponpes.

Kiai Miftach tak tinggal diam. Santri-santri yang kedapatan berbuat nakal seperti itu, lalu dipulangkan.

Tegas dan disiplin tinggi adalah salah satu cara Kiai Miftach dalam memimpin Ponpes Miftachus Sunnah.

Baca juga: Ini Alasan Miftachul Akhyar Mundur dari Jabatan Ketua Umum MUI

Pada akhirnya, santri-santri bersedia memperbaiki diri. Mereka lalu diterima kembali di ponpes dengan syarat harus mau menurut, mengaji, dan tidak lagi membawa senjata atau tawuran.

Santri yang menjalani pendidikan di Ponpes Miftachus Sunnah juga harus menguasai ilmu pokok seperti fikih, hadis, tafsir, akidah, dan ilmu-ilmu penunjang.

Pelan tapi pasti, wilayah Kedung Tarukan berubah menjadi lebih baik.

Santri-santri Ponpes Miftachus Sunnah juga terbiasa dengan pola asuhan yang diterapkan Kiai Miftach.

Bahkan santri-santri yang mondok akan meminta izin ketika keluar ponpes walau hanya dalam radius 50 meter.

"Setidaknya, tempat ini bisa jadi ganjalnya Surabaya yang waktu itu disebut Las Vegas kedua. Ganjal kan kecil saja, tetapi berguna," tutur Kiai Miftach.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com