Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jimly: Jika Amendemen Konstitusi demi Atur Masa Jabatan Presiden, Ada Potensi Presiden Dimakzulkan

Kompas.com - 08/03/2022, 13:33 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara yang pernah menjadi Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Jimly Asshiddiqie, mengatakan, jika dengan segala cara amendemen UUD 1945 dilakukan untuk tujuan mengubah aturan masa jabatan presiden, ada potensi impeachment atau pemakzulan atas presiden itu sendiri.

Jimly memberi contoh, jika cara yang ditempuh yakni presiden mengeluarkan dekrit. Menurut dia, kondisi seperti itu pernah terjadi saat Presiden Abdurrahman Wahid menjabat.

"Misalnya yang disampaikan oleh Yusril (Yusril Ihza Mahendra) yakni boleh bikin dekrit. Kan Gus Dur pernah bikin dekrit. Dia diberhentikan gara-gara itu. Sebab, oleh MA, dinilai itu melanggar hukum," kata Jimly kepada Kompas.com, Selasa (8/3/2022).

Baca juga: Mahfud: Pemerintah Tak Pernah Bahas Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden

"Hukum itu akhirnya di tangan hakim. Jadi, kalau ini nanti dibawa ke pengadilan baik ke MK maupun MA itu pemaksaan perubahan konstitusi, apalagi misalnya memaksakan dengan dekrit, artinya melanggar sumpah, melanggar konstitusi," kata Jimly.

Dia mengingatkan, amendemen terhadap UUD 1945 tidak masuk akal jika dilakukan untuk kepentingan mengubah lamanya masa jabatan presiden. Sebab, perubahan UUD idealnya diperuntukkan bagi kepentingan besar dan jangka panjang.

Dia mencontohkan amendemen UUD untuk menghidupkan kembali garis-garis besar halauan negara (GBHN).

"Itu saja enggak mungkin sekarang ini. Apalagi untuk urusan kepentingan jangka pendek atau memperpanjang kepentingan sendiri," ujarnya.

"Tidak masuk akal dan tidak mungkin. Kalau dipaksakan bisa ribut. Karena itu berarti pengkhianatan kepada negara," tegas Jimly.

Jimly juga menyebutkan, perpanjangan masa jabatan presiden sulit diakomodasi dengan revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017. Alasannya, saat ini revisi atas UU Pemilu sudah dikeluarkan dari program legislasi nasional (prolegnas).

"Kan tidak dibahas lagi. Lalu jadwal pemilu sudah ditetapkan 14 Februari 2024. Ini tinggal finishing bentar lagi. Saya sudah tanya kapan Peraturan KPU (PKPU) keluar? Kemungkinan akhir Maret 2022. Sebab, tinggal menunggu rapat konsultasi (dengan DPR) sekali lagi setelah reses," kata Jimly.

"Tapi yang sudah disepakati adalah tahapan pemilu mulai 1 Agustus 2022, yakni saat pendaftaran peserta pemilu dan berakhir 20 Oktober 2024 saat pelantikan presiden (terpilih)," lanjut dia.

Jimly mengemukakan, hanya tinggal beberapa bulan menjelang 1 Agustus 2022. Dia menilai dalam waktu beberapa bulan saja akan sulit bagi DPR untuk merevisi UU Pemilu yang sudah dikeluarkan dari prolegnas.

"Jika dipaksakan masuk, itu butuh waktu. Maka, tidak mungkin juga mengubah UU. Sebab, Maret PKPU sudah keluar, yang berarti tahapan pemilu dimulai," katanya.

"Itu sama artinya dengan pertandingan sudah dimulai dan tidak boleh lagi ada aturan yang berubah," tambah Jimly.

Baca juga: 3 Pernyataan Jokowi Terkait Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden…

Wacana perpanjangan masa jabatan presiden disinggung oleh tiga ketua umum parpol koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo. Wacana itu pertama kali mencuat tahun lalu saat Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia.

Tahun ini, tiga ketua umum parpol koalisi yakni Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum Golkar Airlangga Hartarto, dan Ketum PAN Zulkifli Hasan juga menyampaikan hal serupa kepada publik. Isu perpanjangan masa jabatan presiden itu berujung pada wacana Presiden Jokowi tiga periode.

Dengan adanya usulan perpanjangan itu maka pelaksanaan pemilu berikutnya, yakni 2024 juga diusulkan ditunda.

Jokowi sendiri sudah pernah menegaskan tidak pernah berniat ingin menjadi presiden tiga periode karena hal itu menyalahi konstitusi.

Dalam pernyataan terbarunya, Presiden Jokowi menyatakan akan patuh pada konstitusi atau Undang-Undang Dasar 1945.

"Kita bukan hanya taat dan tunduk, tetapi juga patuh pada konstitusi," kata Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Jumat (4/3/2022).

Namun, Jokowi menambahkan, wacana penundaan pemilu tidak bisa dilarang. Sebab, hal itu bagian dari demokrasi.

"Siapa pun boleh-boleh saja mengusulkan wacana penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden, menteri atau partai politik, karena ini kan demokrasi," kata Jokowi.

"Bebas aja berpendapat. Tetapi, kalau sudah pada pelaksanaan semuanya harus tunduk dan taat pada konstitusi,"  ujar Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Cak Imin: Percayalah, PKB kalau Berkuasa Tak Akan Lakukan Kriminalisasi...

Nasional
Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Gerindra Lirik Dedi Mulyadi untuk Maju Pilkada Jabar 2024

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati soal Susunan Kabinet, Masinton: Cuma Gimik

Nasional
Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Kementerian KP Perkuat Standar Kompetensi Pengelolaan Sidat dan Arwana

Nasional
Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Bupati Sidoarjo Berulang Kali Terjerat Korupsi, Cak Imin Peringatkan Calon Kepala Daerah Tak Main-main

Nasional
Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com