Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Dawam
Anggota Kompolnas

Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2020-2024. Anggota Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta selama dua periode, sejak 2012 hingga 2020.

Pesantren, Subkultur, dan Terorisme

Kompas.com - 04/03/2022, 15:23 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BEBERAPA waktu lalu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melansir hasil risetnya tentang pesantren dan terorisme. Ditemukan fakta bahwa 198 pesantren terafiliasi dengan gerakan radikalisme dan terorisme. Sebagian pihak menolak temuan ini. Namun sebagian yang lain mengamini dengan catatan.

Catatan yang dimaksud ialah bahwa pesantren yang terindikasi radikal tersebut bukanlah pesantren mainstream yang sejak awal bersifat moderat. Artinya, pesantren-pesantren radikal tersebut hanya menggunakan nama pesantren, sedangkan ajaran, nilai dan budayanya, justru bertentangan dengan pesantren.

Baca juga: BNPT Sebut Indeks Risiko Terorisme 2021 Lebih Baik dari Target RPJMN

Lalu bagaimanakah budaya pesantren yang hakiki, yang berbeda dengan corak radikal dari pesantren-pesantren temuan riset BNPT? Inilah yang perlu kita pahami agar tidak mudah menyamakan lembaga pendidikan Islam yang menjadi “sarang radikalisme”, dengan pesantren yang justru menjadi basis bagi kontra radikalisme.

Subkultur pesantren

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang berakar pada model lembaga pendidikan khas Nusantara pra-Islam. Menurut Agus Sunyoto (2015), pesantren berakar pada sistem pendidikan Mandala yang merupakan lembaga pendidikan era Hindu-Buddha.

Istilah santri sendiri berakar dari kata shastri yang artinya pengkaji shastra. Sedangkan makna shastra tersebut ialah kitab suci. Dengan demikian, shastri ialah pengkaji kitab suci, sedangkan pesantren merupakan lembaga pendidikan para shastri (santri).

Keberadaan asrama di mana para santri (shastri) tinggal dan hidup dalam pesantren, membuahkan proses pendidikan menyeluruh. Dalam pesantren, agama tidak hanya dididikkan secara kognitif, tetapi juga afektif dan psiko-motorik. Dimensi psiko-motoriknya juga bersifat khas, yakni etis-spiritual.

Itulah mengapa jauh hari, KH Abdurrahman Wahid (1979) menyebut pesantren sebagai subkultur, yakni sub dari kultur mainstream yang unik, mandiri namun bisa mempengaruhi, bahkan mengubah kultur mainstream.

Sebagai subkultur, pesantren memiliki beberapa ciri yang jauh dari radikalisme, apalagi terorisme.

Pertama, sistem nilai yang unik yang disebut zuhud (asketisisme). Zuhud merupakan nilai yang mengacu pada pemuliaan kehidupan akhirat dengan menjadikan dunia sebagai jalan menuju kesuksesan akhirat. Maka bagi santri, kesuksesan duniawi hanyalah sarana bagi kesuksesan ukhrawi. Pemuliaan terhadap kehidupan akhirat ini yang membuat warga pesantren memuliakan agama.

Dari sini mungkin bisa muncul pertanyaan, “Bukankah para teroris juga memuliakan akhirat sehingga berani mati syahid?” Pada titik inilah perbedaan antara pemahaman keislaman kaum teroris dengan pesantren, terutama tentang jihad.

Bagi para teroris, jihad diartikan sebagai perang (qital) melawan pihak-pihak yang dianggap memusuhi Islam, seperti negara-negara Barat, non-Muslim, termasuk pemerintahan Muslim namun tidak menerapkan syariah Islam.

Hal ini yang berbeda dengan pemahaman pesantren tentang jihad yang lebih bersifat ke dalam diri, yakni jihad dalam memerangi hawa nafsu. Hal ini terkait dengan pemahaman terhadap sistem nilai di dalam Islam, di mana akidah yang diopersionalkan dalam bentuk syariah harus dipraktikkan dalam bentuk akhlak.

Baca juga: Diduga Terlibat Jaringan Terorisme, MUI Kota Bengkulu Nonaktifkan Anggotanya

 

Jadi, muara utama berislam adalah perbaikan akhlak, etika dan perilaku sebagaimana pengutusan Nabi Muhammad SAW dengan tugas penyempurnaan akhlak (liutammima makarim al-akhlaq). Perbaikan akhlak ini hanya bisa dilakukan melalui pembersihan hati (tazkiyah al-nafs) yang ditempuh melalui tasawuf dan tarekat.

Sistem nilai keislaman yang moderat ini berbeda dengan mazhab keislaman kaum radikal dan teroris. Bagi mereka, akidah dan syariah harus diwujudkan melalui negara, baik dalam bentuk Negara Islam Nasional (daulah Islamiyyah) maupun Negara Islam Internasional (Khilafah Islamiyyah).

Artinya, untuk berislam secara total, kaum radikal menjadikan politik sebagai jalan bagi proses berakidah dan bersyariah. Padahal tidak seperti itu. Untuk berakidah dan bersyariah, seorang Muslim bisa menempuhnya tanpa bantuan negara. Sebab proses menjadi hamba Tuhan yang saleh, selalu berangkat dari komitmen psikis untuk berjalan menuju kepada-Nya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Syaikhu Sebut Koalisi atau Oposisi Itu Kewenangan Majelis Syuro PKS

Nasional
Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com