Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Nama Soeharto Tak Masuk Keppres Jokowi Soal Serangan Umum 1 Maret 1949

Kompas.com - 04/03/2022, 07:29 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara mendapat sorotan di media sosial. Pasalnya keppres itu tidak mencantumkan nama Presiden Soeharto dalam peristiwa serangan umum 1 Maret di Yogyakarta tahun 1949.

Beleid tersebut mengatur penetapan Hari Penegakan Kedaulatan pada 1 Maret, merujuk pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 itu.

Dalam narasi yang dikenal publik selama ini, sosok Soeharto berkedudukan penting dalam serangan itu.

Berdasarkan salinan keppres tersebut, pada bagian konsiderans huruf c disebutkan bahwa Keppres 2/2022 dibuat dengan menimbang peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949. Dalam poin tersebut, disebutkan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.

Baca juga: Keppres Hari Kedaulatan Negara dan Peran Soeharto di Serangan Umum 1 Maret

Poin tersebut juga menyebutkan bahwa Serangan Umum 1 Maret 1949 didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, serta segenap komponen bangsa Indonesia lainnya.

Dari keseluruhan isi Keppres yang diteken pada 24 Februari 2022 itu, tidak ada penyebutan nama Soeharto yang saat Serangan Umum 1 Maret 1949 masih berpangkat Letkol. Tidak adanya nama Soeharto itulah yang kemudian ramai dibahas di media sosial Twitter.

Penjelasan Menkopolhukam

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menyatakan, Keppres Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara bukanlah buku sejarah sehingga tidak memuat banyak nama yang terlibat dalam Serangan Umum 1 Maret 1949.

"Ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial terjadinya peristiwa yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah, kalau buku sejarah tentu menyebutkan nama orang yang banyak, ini hanya menyebutkan bahwa hari itu adalah hari kedaulatan negara," kata Mahfud dalam keterangan video pada Kamis kemarin.

Mahfud menjelaskan, hanya tokoh-tokoh yang berperan sebagai penggagas dan penggerak Serangan Umum 1 Maret 1949 yang dimasukkan dalam bagian konsiderans Keppres yaitu Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta, Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dan Panglima Jenderal Besar Soedirman.

Mahfud mengakui, nama Soeharto memang tidak dicantumkan dalam keppres tersebut, sama seperti nama tokoh-tokoh lainnya yang juga berperan dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 misalnya Abdul Haris Nasution dan Wiliater Hutagalung.

Menurut Mahfud, hal ini serupa dengan teks Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia yang hanya ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta meski upaya memerdekakan Indonesia diperjuangkan oleh puluhan orang yang tergabung dalam BPUPKI.

"Kalau disebut semua, (itu) namanya sejarah. Kalau misalnya dalam serangan umum 1 Maret disebut semua, tanggal sekian persiapan dari sini, lalu ada pesawat lewat, berbelok ke kiri, berbelok ke kanan, itu sejarah," ujar Mahfud.

"Ini adalah penentuan hari krusial dan hanya menyebut yang paling atas sebagai penggagas dan penggerak tanpa menghilangkan peran Soeharto sama sekali," imbuh Mahfud.

Mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menegaskan, jejak sejarah keterlibatan Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 tidak hilang meski tak disebut di dalam keppres.

Sebab, nama Soeharto beserta tokoh-tokoh lain yang terlibat Serangan Umum 1 Maret 1949 tetap disebutkan dalam buku naskah akademik yang disusun berdasarkan hasil seminar yang diselenggarakan pemerintah.

"Jejak sejarahnya tidak hilang dan ditulis di dalam buku, bahkan pernah di satu halaman itu nama Pak Harto ditulis dua kali di halaman 51, itu satu halaman saja tertulis nama Soeharto dua kali, jadi tidak hilang jejak sejarah," kata Mahfud.

Narasi orde baru

Menurut narasi sejarah selama masa Orde Baru, Soeharto yang ketika peristiwa itu terjadi berpangkat letnan kolonel dan menjabat Komandan Brigade X Komando Wilayah Pertahanan (Wehrkreise) III menjadi tokoh utama dalam serangan itu.

Dalam buku otobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan dan Tindakan Saya, Soeharto mengatakan, dia marah setelah mendengarkan siaran radio pada awal Februari 1949 yang melaporkan tentang perdebatan antara delegasi Indonesia dan Belanda di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Saat itu, perwakilan Belanda menyatakan di depan PBB bahwa Republik Indonesia dan Tentara Nasional Indonesia sudah hancur. Sebab, pasukan Belanda menggelar Agresi Militer Kedua dan sudah menguasai Ibu Kota yang saat itu berada di Yogyakarta pada 19 Desember 1948.dan  Belanda juga telah menangkap mengasingkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ke Bangka Belitung.

Di dalam buku itu Soeharto kemudian mengatakan dia menggagas Serangan Umum 1 Maret.

Akan tetapi, klaim Soeharto tentang peran utama dia di Serangan Umum 1 Maret dalam buku itu diragukan sejumlah kalangan.

Menurut Batara R Hutagalung yang menulis buku Serangan Umum 1 Maret 1949: Perjuangan TNI, Diplomasi dan Rakyat, Soeharto saat itu masih punya atasan yakni Kolonel Bambang Soegeng sebagai Komandan Divisi III. Sedangkan Panglima Jenderal Soedirman juga masih bergerilya.

Dari sisi pangkat dan kewenangan serta jumlah pasukan yang dipimpin Soeharto saat itu, sejumlah sejarawan meragukan bahwa dia memang menjadi penggerak utama.

Atmakusumah dalam artikel "Dua Versi Serangan Umum" yang terbit di Kompas 1 Maret 1999 menyebutkan bahwa Sultan Hamengku Buwono IX yang memprakarsai Serangan Umum 1 Maret.

Baca juga: Penjelasan Mahfud MD soal Nama Soeharto yang Tak Tercantum di Keppres tentang Serangan Umum 1 Maret

Sultan saat itu dilaporkan merasa prihatin dengan semangat juang rakyat yang menurun. Sebab pasukan Belanda sudah menduduki Yogyakarta dan menyatakan Sultan Hamengku Buwono IX sebagai tahanan rumah.

Karena itu, Sultan Ham Buwono IX merasa perlu menciptakan kejutan untuk melecut semangat juang. Kebetulan pada 1 Maret 1949 digelar rapat Dewan Keamanan PBB yang salah satunya membahas tentang situasi Indonesia dan Belanda.

Hamengku Buwono IX lantas berpikir itulah momentum yang tepat untuk mengembalikan semangat juang dan menunjukkan eksistensi Republik Indonesia di mata dunia. Sultan Hamengku Buwono IX kemudian mengirimkan utusan untuk menyampaikan siasatnya melalui surat kepada Jenderal Soedirman yang tengah bergerilya.

Setelah itu, barulah Sultan bertemu dengan Komandan Wehrkreise III Letkol Soeharto dan Komandan Divisi III Kolonel Bambang Soegeng pada pertengahan Februari 1949. Pembicaraan tersebut berisi seputar perencanaan serangan dalam dua minggu ke depan.

Serangan dimulai pada 1 Maret pukul 06.00 tepat saat sirene tanda akhir jam malam dibunyikan militer Belanda.

Dalam penyerangan itu, Letkol Soeharto dilaporkan memimpin pasukan dari sektor barat dan menyerbu sampai ke batas Malioboro. Sektor Timur dipimpin Ventje Sumual, sektor selatan dan timur dipimpim Mayor Sardjono, sektor utara oleh Mayor Kusno.

Sedangkan untuk serangan di sektor kota dilakukan oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Masduki. TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama enam jam. Tepat pukul 12.00 siang, seluruh pasukan TNI mundur dari Yogyakarta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com