JAKARTA, KOMPAS.com - Kekhawatiran akan bahaya pencemaran zat radioaktif akibat peristiwa ledakan reaktor nuklir Chernobyl di Pripyat, Ukraina pada 1986 ternyata masih menghantui penduduk di Indonesia sampai satu tahun berikutnya.
Bahkan saat itu Departemen Kesehatan (kini Kementerian Kesehatan) menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 451 pada 24 Juni 1986, yang isinya mengharuskan setiap makanan dan minuman yang diimpor dari negara yang diduga tercemar oleh polusi ledakan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl untuk menyertakan sertifikat bebas radiasi.
Sertifikat itu wajib mencantumkan besarnya kandungan radioaktif dalam produk impor dan angkanya tidak boleh melebihi batas.
Baca juga: Rusia Rebut Chernobyl, Dubes Ukraina: Kalau Meledak Lagi, Seluruh Eropa Kena
Permasalahan itu mencuat karena pada Februari 1987 muncul kabar kalau produk susu bubuk dari Jerman Barat (kini Republik Federal Jerman) gagal diekspor ke ke Mesir karena diduga tercemar zat radioaktif Chernobyl. Malaysia saat itu juga menolak susu bubuk impor dari Eropa.
Negara-negara yang ketika itu diduga tercemar bahan radioaktif Chernobyl adalah Albania, Austria, Belanda, Belgia, Bulgaria, Cekoslovakia (kini Republik Ceko), Denmark, Finlandia, Hungaria, Inggris, Irlandia, Italia, Jerman Barat, Jerman Timur, Norwegia, Prancis, Polandia, Portugis, Rumania, Spanyol, Swedia, Swiss, Turki, Uni Soviet, Yugoslavia, dan Yunani.
Supaya masyarakat tidak khawatir dengan isu zat radioaktif Chernobyl, ketika itu Kompas dan Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) menggelar uji produk kandungan zat radioaktif dari 30 merek susu bubuk pada April dan Mei 1987. Sampel susu bubuk yang diambil berasal dari Pasar Bendungan Hilir dan sejumlah pasar swalayan di Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat.
Baca juga: Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl Direbut Pasukan Rusia
Pengujian dilakukan di fasilitas milik Badan Tenaga Atom Nasional (Batan) dan Jurusan Teknik Nuklir Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada.
Hasilnya adalah semua produk susu saat itu aman dan tingkat radiasinya masih di bawah ambang batas yang ditentukan.
Ahli pengobatan nuklir di Rumah Sakit Pusat Pertamina Prof. Sutarman menambahkan, masyarakat tidak usah khawatir dengan isu penyebaran debu radioaktif dari Chernobyl. Menurut dia zat radioaktif menjadi berbahaya bagi manusia jika sudah melewati ambang batas, yakni 5.000 mili-REM dalam setahun.
Sutarman juga mengatakan, zat radioaktif tidak bisa mengakhiri hidup seseorang secara cepat. Dia mengambil contoh soal ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, oleh Amerika Serikat pada Perang Dunia II.
Ketika itu sebagian besar penduduk yang tewas seketika disebabkan oleh ledakan bom. Sedangkan yang terpapar zat radioaktif adalah mereka yang tinggal jauh dari area ledakan.
Sumber:
KOMPAS 14 Mei 1986: Masyarakat Tak Perlu Gelisah Terkena Radioaktif Chernobyl
KOMPAS edisi 10 Maret 1987: Impor Makanan dan Minuman dari Eropa Harus Diwaspadai
KOMPAS edisi 28 Juni 1987: Kerja Sama YLK Dan "Kompas": Menguji Cemaran Radioaktif Pada Susu Bubuk di Indonesia
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.