Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Doktrin Tauhid sebagai Fondasi Pembaruan Nurcholish Madjid

Kompas.com - 07/02/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Konsekuensi lain dari semangat tauhid adalah mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan. Dengan melakukan desakralisasi, maka eksplorasi ilmu pengetahuan bisa berkembang lebih pesat.

Melemahkan argumen Islam politik

Pemikiran yang dikembangkan oleh Nurcholish Madjid telah membuka ruang debat yang luas di kalangan umat Islam.

Dengan menyatakan bahwa modernisasi dan sekularisasi memiliki dasar di dalam doktrin utama umat Islam, yaitu tauhid, Nurcholish menggugat pandangan dua kelompok dominan.

Pertama, pandangan itu menyerang langsung pada pandangan kalangan Islam ortodoks yang selama ini antipati pada modernisasi dan sekularisasi.

Dengan menyatakan bahwa modernisasi dan sekulerisasi adalah kosekuensi logis dari ber-Islam, Nurcholish hendak menepis kecurigaan bahwa ide-ide itu adalah sesuatu yang asing dan dengan sengaja diinjeksikan dari luar untuk melemahkan Islam.

Pandangan-pandangan pembaruan Nurcholish yang mengakar pada tradisi Islam juga sekaligus sebagai jawaban pada kalangan luar Islam yang selama ini skeptis pada kemungkinan umat Islam bisa mencapai suatu peradaban tinggi.

Banyak kalangan yang mencurigai Islam secara esensial tidak kompatibel dengan modernitas. Nurcholish Madjid menyanggah itu semua dengan argumen yang elegan dan canggih.

Namun demikian, di titik ini, Nurcholish harus menghadapi kritisisme bahwa dia sendiri masuk dalam sikap apologia, sesuatu yang dikritiknya pada pidato di Taman Ismail Marzuki tahun 1972.

Implikasi terpenting dari pandangan dan sikap neo-modernis Nurcholish yang menolak formalisasi politik Islam sedikit banyak mengubah eksistensi dan pengaruh kekuatan politik Islam di Indonesia.

Sebelum gerakan pembaruan dari kalangan kelompok Islam ini muncul, nyaris tidak ada argumen dari internal tokoh Islam yang men-counter aspirasi Islam politik.

Orang seperti Nurcholish, Dawam Rahardjo, Ahmad Wahib, Djohan Effendi, dan Abdurrahman Wahid membuat pembelaan pada politik Islam menjadi sangat lemah karena perlawanan terhadapnya bukan datang dari luar, yaitu kelompok nasionalis, tetapi muncul dari kalangan terdidik Muslim yang memiliki akar tradisi yang kuat.

Bahkan jika dibandingkan dengan tokoh-tokoh pengusung partai Islam, kecakapan intelektual santri pembaru ini jauh di atas mereka.

Barangkali ini yang bisa menjelaskan kemerosotan dukungan pada partai-partai Islam, yang bukan hanya terjadi selama masa Orde Baru, tapi juga setelah reformasi.

Partai-partai Islam tidak hanya menghadapi kekuatan partai nasionalis, tapi juga menghadapi argumen kontra dari intelektual Muslim utama.

Legitimasi teologis pada partai Islam terkikis sedemikian rupa dengan hadirnya kelompok pembaru Islam yang disebut sebagai neo-modernis Islam tersebut.

SELESAI.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com