Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Saidiman Ahmad
Peneliti Politik dan Kebijakan Publik

Peneliti Politik dan Kebijakan Publik Saiful Mujani Research and Consulting; Alumnus Crawford School of Public Policy, Australian National University.

Doktrin Tauhid sebagai Fondasi Pembaruan Nurcholish Madjid

Kompas.com - 07/02/2022, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam risalahnya berjudul “Efek Pembebasan Semangat Tawhid: Telaah tentang Hakikat dan Martabat Manusia Merdeka karena Iman” (dalam Islam, Doktrin, dan Peradaban, 2005), Nurcholish menjelaskan panjang lebar tentang bagaimana tauhid bisa memiliki konsekuensi pada demokrasi, kebebasan, sekularisasi dan kemajuan peradaban umat manusia.

Mengutip koran Kayhan al-Arabi, Nurcholish menyatakan bahwa tauhid memiliki efek pembebasan (taharruruyyah).

Hal ini, misalnya, terjadi di Afrika, di mana Islam digunakan sebagai instrumen kultural untuk pembebasan bagi masyarakat kulit hitam.

Efek pembebasan ini yang kemudian menjadi penjelas mengapa Islam cenderung selalu menang dalam perebutan pengikut dengan agama lain.

Nurcholish mengutip data dari Huston Smith, ahli agama-agama dunia, yang menemukan bahwa di banyak tempat, di mana Islam dan Kristen bersaing untuk mendapatkan pengikut, Islam umumnya lebih unggul rata-rata 10 banding 1.

Semangat pembebasan dalam tauhid tersebut diperoleh melalui prinsip bahwa doktrin ini berupaya menghilangkan paham ilahiah pada yang non-ilahi yang sering menjadi belenggu umat manusia.

Fondasi tauhid ada pada prinsip “al nafy wa al-itsbat” atau negasi-konfirmasi. Bagi Nurcholish, pernyataan “tidak ada tuhan selain Allah” adalah penegasan tentang terbebasnya manusia dari belenggu kepercayaan pada hal-hal yang palsu.

Dalam politik, terbebas dari hal-hal yang palsu itu adalah termasuk dari pemimpin tiran yang mengklaim memiliki pengetahuan sempurna dan anti-kritik.

Dalam tauhid, yang sempurna hanya Tuhan. Selain Tuhan adalah fana dan penuh dengan kekurangan. Karena itu, tidak boleh ada pemimpin negara yang bertindak seperti Tuhan.

Kemusyrikan dalam politik mewujud dalam bentuk pemerintahan tiran. Konsekuensi dari penerapan tauhid dalam politik tak lain adalah demokrasi itu sendiri karena dalam sistem itu, semua individu dianggap setara.

Sekularisasi sebagai Desakralisasi

Pandangan Nurcholish mengenai sekularisasi sebagai desakralisasi, mensakralkan yang sakral dan memprovankan yang provan, juga berasal dari doktrin tauhid.

Negara dan partai politik adalah hal-hal duniawi yang seharusnya diperlakukan secara duniawi.

Mereka bukan hal yang sakral. Sistem politik harus memberi ruang bagi kebebasan individu. Demikianlah juga yang dikehendaki dalam semangat tauhid.

Desakralisasi artinya membebaskan manusia dari belenggu mempertuhankan sesuatu selain Tuhan, termasuk mempertuhankan diri sendiri.

Bentuk mempertuhankan diri sendiri adalah dengan menutup diri dari kemungkinan datangnya kebenaran dari pihak lain.

Dalam doktrin Islam, bentuk mempertuhankan diri sendiri itu adalah dengan terlalu mengedepankan hawa nafsu atau keinginan diri sendiri.

Individu semacam ini akan mudah jatuh ke dalam ketertutupan atau eksklusifisme yang pada ujungnya menghalangi kemajuan.

Nurcholish Madjid menyatakan: “Terdapat korelasi positif antara tawhid dan nilai-nilai pribadi yang positif seperti iman yang benar, sikap kritis, penggunaan akal sehat (sikap rasional), kemandirian, keterbukaan, kejujuran, sikap percaya kepada diri sendiri, berani karena benar, serta kebebasan dan rasa tanggungjawab.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com