Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dugaan Bisnis di Balik Sel yang Peras Napi: Harus Bayar untuk Tidur, Makan, dan Mandi

Kompas.com - 04/02/2022, 14:54 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dugaan "bisnis" di lembaga pemasyarakatan (lapas) kembali terkuak.

Bukan sekali dua kali saja publik mendengar kabar adanya praktik jual beli kamar, makanan, minuman, jam mandi, dan semacamnya di dalam lapas.

Anggota Komisi III DPR Arsul Sani mengakui, sudah sejak lama pihaknya mendapat laporan beragam modus jual beli fasilitas di lapas.

Baca juga: Narapidana Lapas Cipinang Mengaku Diminta Rp 30.000 Per Minggu agar Bisa Tidur Beralaskan Kardus

Ia pun mendorong Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) segera menindak tegas modus-modus tersebut.

"Jadi respons jajaran Kemenkumham termask Ditjen Pemasyarakatan tidak bisa lagi sekadar akan diselidiki dan kalau terbukti akan ditindak," kata Arsul kepada Kompas.com, Jumat (4/2/2022).

"Yang diperlukan sidak dan model operasi intelijen yang dilakukan secara diam-diam, bagaimana caranya tentu Kemenkumham tahu. Jika tidak memiliki kemampuan melakukan sendiri ya bisa minta bantuan dan kerja sama dengan BIN dan Intelkam Polri," tuturnya.

Jual beli kamar Lapas Cipinang

Terbaru, terungkap dugaan praktik jual beli kamar di lapas Kelas I Cipinang, Jakarta Timur.

Adalah WC, seorang warga binaan yang mengungkap praktik tersebut. Menurut penuturan WC, ia dan narapidana lainnya harus membayar sejumlah uang ke petugas hanya demi mendapatkan tempat untuk tidur.

Baca juga: Narapidana Ungkap Praktik Jual Beli Kamar di Lapas Cipinang, Kalapas Membantah

Besaran uang yang dibayarkan mencapai Rp 30.000 per minggu. Itu pun hanya untuk memperoleh tempat tidur beralaskan kardus.

"Besarnya tergantung tempat tidur yang dibeli. Kalau tidur di lorong dekat pot dengan alas kardus, itu Rp 30.000 per satu minggu. Istilahnya beli tempat," kata WC kepada wartawan, Kamis (3/2/2022).

Menurut WC, untuk mendapatkan tempat tidur yang lebih layak, narapidana harus mengeluarkan uang lebih besar. Nominalnya bisa mencapai jutaan rupiah.

"Nanti duitnya diserahkan dari ke sipir, di sini seperti itu. Kalau untuk tidur di kamar lebih mahal, antara Rp 5 hingga 25 juta per bulan. Biasanya mereka yang dapat kamar itu bandar narkoba besar," ujar WC.

WC menuturkan, praktik jual beli kamar di Lapas Cipinang sudah sejak lama terjadi. Praktik ini bahkan menjadi "pemasukan sampingan" oknum petugas di lapas itu.

"Mau enggak mau, kami harus bayar buat tidur. Minta duit ke keluarga di luar untuk dikirim ke sini. Kalau enggak punya duit ya susah. Makanya yang makmur di sini napi bandar narkoba," tuturnya.

Baca juga: Ungkap Jual Beli Kamar di Lapas Cipinang, Napi: Termahal Rp 25 Juta

Dikonfirmasi secara terpisah, Kepala Lapas Kelas I Cipinang Tony Nainggolan membantah adanya praktik jual beli kamar seperti yang diungkapkan WC.

Tony mengatakan, para narapidana tidak perlu mengeluarkan uang untuk dapat menikmati fasilitas tambahan

"Baru kemarin saya membuka program admisi orientasi (pengenalan lingkungan) dan saya sampaikan kalau di Lapas Cipinang tidak ada urusan yang berbayar termasuk masalah tidur," kata Tony kepada wartawan, Kamis (3/2/2022).

Pungli sampai Rp 30-40 juta

Aktivis HAM Surya Anta Ginting juga sempat mengungkapkan adanya praktik pungutan liar (pungli) dalam rutan maupun lapas.

Sebagai mantan penghuni Rutan Salemba yang divonis bersalah atas kasus makar, Surya mengungkapkan bahwa praktik pungli di rutan sudah berlangsung lama.

Baca juga: Napi Tidur Beralaskan Kardus di Cipinang Bayar Rp 30 Ribu per Minggu, Anggota DPR: Tidak Boleh Dibiarkan

Menurut Surya, pungli dilakukan oleh pengurus blok atau warga binaan yang telah lama mendekam. Para tahanan dipalak untuk uang kebersamaan, baik di lorong maupun uang kamar.

“Biayanya macam-macam, kalau langsung bisa sampe Rp 30 juta-40 juta. Kalau misalnya satu hari di mapenaling (ruang masa pengenalan lingkungan) bisa belasan juta, dan itu tergantung ke blok mana, bisa ke Blok O, Blok J, Blok K, Blok L, itu harganya beda-beda,” kata Surya dalam diskusi daring, Selasa (18/8/2020).

Selain itu, bentuk pungli lainnya yakni untuk eksekusi vonis. Surya mengatakan, banyak tahanan yang tidak menerima surat eksekusi vonis karena tertahan di kejaksaan atau pengadilan negeri.

Uang pun harus dikeluarkan untuk mendapatkan surat eksekusi vonis tersebut agar memperoleh bebas asimilasi hingga mengurus cuti.

“Jadi begitu banyak orang tertahan di rutan saat itu karena tidak mendapatkan surat eksekusi vonis,” ucap dia.

Sel mewah di Lapas Sukamiskin

Pertengahan 2018 lalu, publik sempat dihebohkan dengan penangkapan Kepala Lapas Sukamiskin Bandung, Wahid Husein, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Baca juga: Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP Kembali Diusut KPK, 2 Eks Pejabat Ditahan

Ia ditangkap karena diduga menerima suap terkait pemberian fasilitas dan izin khusus di Lapas Sukamiskin bagi sejumlah narapidana.

Kala itu, KPK mengungkap adanya sejumlah sel di Lapas Sukamiskin yang dilengkapi fasilitas mewah seperti AC, kulkas, hingga televisi.

Untuk mendapatkan fasilitas tersebut, uang yang harus dibayarkan narapidana nilainya mencapai Rp 200-500 juta.

Penangkapan Wahid Husein itu membuktikan rumor adanya praktik penyalahgunaan kewenangan dan kegiatan suap di dalam lapas.

Dalam persidangan, terungkap bahwa Wahid Husein terbukti menerima uang dan hadiah dari sejumlah napi korupsi seperti Fahmi Darmawansyah, Tubagus Chairil Wardhana, dan Fuad Amin.

Baca juga: KPK Sebut Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Singapura Perkuat Pencarian DPO, Termasuk Harun Masiku

Pada 8 April 2019 Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Kota Bandung menjatuhkan vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 400 juta kepada Wahid Husein.

Sejak saat itu, Wahid Husein mendekam di Lapas Sukamiskin, lapas yang pernah dipimpinnya.

Bayar untuk makan, minum, mandi

Awal 2018 lalu, Ombudsman juga menemukan praktik bisnis dalam lapas.

Anggota Ombudsman RI kala itu, Nini Rahayu mengungkapkan, pihaknya menemukan adanya warga binaan Lapas di daerah Sumatera Barat dan Kalimantan yang terpaksa membayar untuk mendapatkan makan, minum, dan mandi.

"Warga binaan masih tanya, 'Bu Nini, warga binaan apakah diberi layanan makan, minum, air mandi?' Saya tanya kenapa gitu, mereka rupanya makan beli, minum beli," kata Nini di Kantor Ombudsman, Jakarta, Rabu (21/2/2018).

Di lapas di Sumatera Barat, kata Nini, warga binaan harus mengeluarkan uang untuk makan karena makanan yang diberikan lapas dinilai tidak bergizi dan berasnya berkutu.

Air yang diberikan lapas untuk minum juga dikeluhkan sangat kotor. Biaya yang dikeluarkan warga binaan untuk air minum per galon pun mencapai Rp 10.000.

Baca juga: KPK Tak Lagi Pakai Istilah OTT tapi Tangkap Tangan, Ini Alasannya...

Sementara, untuk mandi, warga binaan disebut merogoh kocek Rp 20.000. Sedangkan, untuk makan Rp 14.000.

"Sehingga mereka kebingungan, 'Oh penghuni lapas itu membeli ya minumnya, makannya, mandinya?'" ujar Nini.

Nini merasa prihatin warga binaan lapas tidak mengetahui hak-haknya. Mereka terpaksa menerima kondisi tersebut karena tidak bisa mengadu dan berbuat apa-apa selain menerima.

"Saya agak prihatin, ketika orang hendak menjadi warga binaan ternyata meraka belum tahu hak-haknya. Hak informasi warga binaan seperti apa," ujar Nini.

Baca juga: Kronologi Terbongkarnya Kerangkeng Manusia Bupati Langkat: Berawal dari OTT KPK hingga Sudah Berdiri 10 Tahun

Tak hanya di lapas, menurut dia, kasus ini juga terjadi di rutan, termasuk tempat tahanan Polres.

Di lapas di Jakarta misalnya, Ombudsman menemukan adanya warga binaan yang memperoleh kamar tahanan dengan membayar uang bulanan.

"Kayak ngekos. Bayar uang kamar Rp 30.000 sebulan. Uang-uang ini ke mana?," kata Nini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Nasional
Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Lewat Pesantren Gemilang, Dompet Dhuafa Ajak Donatur Lansia Jalin Silaturahmi dan Saling Memotivasi

Nasional
Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Pertama Penerbangan Haji, 4.500 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

Jokowi Ajak Masyarakat Sultra Doa Bersama supaya Bantuan Beras Diperpanjang

Nasional
World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

World Water Forum Ke-10, Ajang Pertemuan Terbesar untuk Rumuskan Solusi Persoalan Sumber Daya Air

Nasional
Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

Syarat Sulit dan Waktu Mepet, Pengamat Prediksi Calon Nonpartai Berkurang pada Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com