Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Desakan dari PGRI hingga IDAI untuk Hentikan PTM dan Jawaban Pemerintah

Kompas.com - 31/01/2022, 05:09 WIB
Tatang Guritno,
Bagus Santosa

Tim Redaksi


JAKARTA, KOMPAS.com - Berbagai persatuan guru dan anak mendesak agar pemerintah mengurangi atau menghentikan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di tengah penyebaran Covid-19 varian Omicron.

Desakan itu setidaknya disampaikan oleh Perhimpunan untuk Pendidikan dan Guru (P2G), Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sampai Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Koordinator Nasional P2G Satriawan Salim meminta pemerintah untuk mengambil kebijakan melaksanakan PTM 50 persen.

“Di tengah Omicron yang memuncak seperti ini kami meminta kepala daerah, Gubernur DKI, misalnya, untuk mengembalikan skema PTM terbatas 50 persen,” sebutnya pada Kompas.com, Jumat (28/1/2022).

Baca juga: Kemenkes: Risiko Kematian Akibat Omicron Tetap Ada, Masyarakat yang Bergejala Segera Tes!

Permintaan yang sama disampaikan oleh Ketua PGRI Unifah Rosyidi. Dalam pandangannya kebijakan PTM 50 persen lebih baik dilakukan untuk melakukan pencegahan penyebaran varian Omicron di lingkungan sekolah.

Unifah menyarankan agar PTM dibagi menjadi dua kelompok. Jangan sampai siswa yang mengikuti gelombang pertama bertemu dengan mereka yang hadir di gelombang kedua.

Mekanisme ini harus segera dilakukan mengingat tingginya tingkat kecemasan anak dan orang tua terhadap penularan Covid-19.

Ia membeberkan ada kasus di suatu sekolah, para siswa membubarkan diri serentak ketika tahu teman sekelasnya terinfeksi Covid-19.

“Itu fenomena yang harus jadi perhatian pemerintah, jangan sampai anak mengambil tindakan sendiri karena didorong rasa takut. Lebih baik kita ambil tindakan pencegahan,” ucap Unifah.

Baca juga: Cara Dapat Paket Obat Gratis untuk Pasien Isoman Covid-19 Omicron

Keselamatan lebih penting

Unifah menilai kebijakan PTM 100 persen baik untuk menanggulangi kemampuan peserta didik yang hilang ketika proses pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Tapi yang mesti menjadi prioritas saat ini adalah memastikan keselamatan guru dan siswa itu sendiri.

“Meski niatnya untuk learning recovery tapi tidak ada artinya kalau keselamatan anak dan guru terancam,” kata dia.

Senada dengan Unifah, Komisioner KPAI Retno Listyarti meminta pemerintah mengambil kebijakan dengan pertimbangan utama keselamatan anak-anak atau peserta didik.

“Kita harus mengedepankan keselamatan anak-anak Indonesia,” tuturnya.

Baca juga: Kabar Baik, Moderna Mulai Lakukan Uji Klinis Vaksin Khusus Omicron

Retno berharap pemerintah mau belajar dari tingginya kasus varian Delta medio 2021 lalu yang memakan banyak korban meninggal dunia.

Apalagi saat ini, sambung Retno, telah ditemukan pasien meninggal dunia akibat varian Omicron.

Maka, ia mendorong agar para siswa dan orang tua diberi pilihan untuk memenntukan apakah hendak menjalankan PTM atau PJJ.

Sementara itu Ketua IDAI Piprim Basarah Yanuarso meminta pemerintah segera mengambil kebijakan rem darurat dengan menghentikan PTM, dan melaksanakan PJJ selama dua minggu.

Pimprim menilai kebijakan buka tutup PTM dan PJJ tidak efektif menahan laju penyebaran Omicron.

“Ini kan kenaikannya di atas 8 persen positivity rate, jadi kita perlu menekan rem darurat,” imbuh dia.

Baca juga: Masker yang Tepat untuk Anak di Tengah Ancaman Omicron

Sikap pemerintah

Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan saat ini belum ada anak-anak yang dirawat di rumah sakit akibat mengidap gejala sedang hingga berat infeksi Covid-19.

Dikutip dari siaran Kompas TV, Jumat, Budi menerangkan bahwa mayoritas pasien yang dirawat merupakan orang tua dan lansia.

“Kalau saya lihat datanya yang dirawat di rumah sakit adalah banyaknya saat ini lansia dan orang tua. Sampai hari ini belum ada anak-anak yang dirawat di rumah sakit dengan kategori gejala sedang dan berat,” papar dia.

Baca juga: Ada Kabar Covid-19 Omicron Muncul di Salatiga, Begni Klarifikasi Wali Kota

Sementara, Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan bahwa kebijakan PTM akan disesuaikan dengan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di tiap-tiap daerah.

Jika suatu daerah berstatus PPKM Level 1-2 maka PTM 100 persen tetap dilaksanakan.

Namun jika statusnya semakin parah hingga level 3-4, barulah kebijakan pengurangan PTM akan dilakukan pemerintah.

“Nah kalau level-nya sudah bisa naik mungkin bukan (PTM) 100 persen, tapi 50 persen, itu sudah automatically, jadi sudah ada aturan-aturannya,” ungkap Ma’ruf.

Ketentuan PTM

Ketentuan PTM diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri yang ditandatangani Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi.

Pada SKB itu disebutkan PTM 100 persen bisa dilaksanakan di wilayah berstatus PPKM Level 1-2 dengan tingkat vaksinasi dosis ke 2 untuk pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) di atas 80 persen dan lansia di atas 50 persen.

Namun PTM 50 persen bisa juga diterapkan di wilayah berstatus PPKM Level 1-2 lainnya dan PPKM Level 3 dengan tingkat vaksinasi dosis ke 2 untuk PTK di atas 40 persen dan lansia di atas 10 persen.

Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Tembus 11.000, Diprediksi Mayoritas Masyarakat Terinfeksi Omicron

Namun PTM terbatas harus diberhentikan jika sekurang-kurangnya dalam 14x24 jam

terjadi klaster penularan Covid-19 di lingkungan pendidikan, angka positivity rate dari tes acak di atas 5 persen dan warga di lingkungan pendidikan tersebut masuk notifikasi hitam di atas 5 persen dalam aplikasi PeduliLindungi.

Sementara itu PJJ penuh dilaksanakan di wilayah dengan status PPKM Level 3 dengan capai vaksinasi dosis 2 untuk PTK di bawah 40 persen dan lansia di bawah 10 persen dan wilayah berstatus PPKM Level 4.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com