Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kabareskrim: Panggilan Kedua untuk Edy Mulyadi Akan Disertai Perintah Membawa

Kompas.com - 28/01/2022, 14:27 WIB
Rahel Narda Chaterine,
Egidius Patnistik

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri, Komjen Agus Andrianto mengatakan, tim penyidik akan segera melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Edy Mulyadi terkait dugaan kasus ujaran kebencian.

Komjen Agus menegaskan, surat panggilan kedua akan disertai perintah untuk membawa Edy Mulyadi hadir dalam pemeriksaan.

"Panggilan ke dua dengan perintah membawa. Silakan aja ikuti mekanisme pengidikan yang sedang berjalan," kata Agus saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (28/1/2022).

Baca juga: Bareskrim Polri Akan Jadwalkan Pemeriksaan Kedua Edy Mulyadi dalam Waktu Dekat

Menurut Agus, hal itu sudah dikoordinasikan tim penyidik.

Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 112 ayat (2) berbunyi, "Orang yang dipanggil wajib datang kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawa kepadanya".

Selanjutnya, Pasal 113 menyatakan, jika seorang tersangka atau saksi yang dipanggil memberi alasan yang patut dan wajar bahwa ia tidak dapat datang kepada penyidik yang melakukan pemeriksaan, penyidik itu datang ke tempat kediamannya.

"Direktur Siber kan sudah buat rencana penyidikan. Penyidik ada mekanismenya," ujarnya.

Agus menambahkan, jika ada pihak yang keberatan dengan keputusan penyidik, para pihak dapat menempuh lewat jalur pra-peradilan (prapid).

Ia menekankan, mangkirnya Edy dari pemanggilan pertama penyidik tidak membuat Edy lepas dari proses hukum yang sedang berlangsung.

"Kalau enggak pas ya silakan aja tempuh jalur prapid," ujar dia.

Alasan kuasa hukum

Edy Mulyadi, yang mengaku sebagai wartawan senior, pada Jumat pagi tadi tidak hadir dalam jadwal pemeriksaan sebagai saksi di Bareksrim Polri terkait kasus dugaan ujaran kebencian.

Kuas hukum Edy, yaitu Herman Kadir mengatakan, Edy tidak datang antara lain karena pemanggilan kepada kliennya tidak sesuai dengan aturan KUHAP.

"Hari ini beliau dipanggil tepatnya jam 10. kebetulan Pak Edy Mulyadi tidak bisa hadir hari ini, ada halangan," kata, Herman Kadir di Bareskrim Mabes Polri.

Kasus dugaan ujaran kebencian itu berawal saat Edy menyampaikan pernyataan terbuka yang menolak pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur. Saat itu, dia menyebut wilayah yang akan dijadikan ibu kota negara baru sebagai “tempat jin buang anak”.

Edy Mulyadi menyebutkan,  lahan ibu kota negara (IKN) baru tak strategis dan tidak cocok untuk berinvestasi.

Baca juga: Edy Mulyadi Tak Hadiri Panggilan Pemeriksaan Bareskrim Polri Terkait Kasus Dugaan Ujaran Kebencian

"Bisa memahami enggak, ini ada tempat elite punya sendiri yang harganya mahal punya gedung sendirian, lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak," ujar Edy dalam video di kanal YouTube Mimbar Tube.

Tudingan ujaran kebencian

Berbagai kalangan di Kalimantan tidak terima wilayah mereka disebut sebagai “tempat jin buang anak”. Sejumlah pihak kemudian melaporkan Edy ke polisi dengan tuduhan telah melakukan ujaran kebencian

Edy juga menyebutkan bahwa Menteri Pertahanan sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto seperti "macan yang jadi mengeong". Sejumlah kader Partai  Gerindrra kemudian melaporkan Edy juga ke polisi.

Edy telah meminta maaf dan membuat klarifikasi. Ia menjelaskan bahwa frasa “tempat jin buang anak” merupakan istilah untuk tempat yang jauh.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com