JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia akhirnya berhasil mengambil alih pelayanan ruang udara atau Flight Information Region (FIR) untuk wilayah Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna setelah selama ini dikuasai Singapura. Bagaimana awalnya ruang udara Indonesia bisa ada di negara lain?
Mengacu Peraturan Menteri Perhubungan (Menhub) Nomor 55 Tahun 2016 tentang Tatanan Navigasi Penerbangan Internasional, Flight Information Region atau FIR adalah suatu daerah dengan dimensi tertentu di mana pelayanan informasi penerbangan (flight information service) dan pelayanan kesiagaan (alerting service) diberikan.
FIR yang dikuasai Singapura ini menyangkup sekitar 100 nautical miles (1.825 kilometer) wilayah udara Indonesia yang melingkupi Kepulauan Riau, Tanjungpinang, dan Natuna.
Sejak Indonesia merdeka, pengelolaan FIR di wilayah-wilayah tersebut belum pernah berada pada otoritas dalam negeri.
Alhasil, seluruh pesawat yang hendak melintas di wilayah tersebut harus melapor ke otoritas Singapura. Tentunya, termasuk pesawat-pesawat milik Indonesia.
Baca juga: Siap Ambil Alih FIR dari Singapura, TNI AU Bangun Sistem Keamanan
Awal pengelolaan FIR yang berada di sebagian wilayah barat Indonesia jatuh ke tangan Singapura adalah atas keputusan International Civil Aviation Organization (ICAO) di tahun 1946.
Organisasi Penerbangan Sipil Internasional tersebut menyatakan bahwa Indonesia belum mampu mengatur lalu lintas udara di wilayah yang disebut sektor A, B, dan C ini.
ICAO menilai Indonesia belum siap secara infrastruktur saat itu Indonesia yang sedang merintis penerbangan belum siap secara infrastruktur.
Di awal masa kemerdekaan, kondisi fasilitas peralatan maupun tenaga lalu lintas udara Indonesia sangat minim sehingga pengelolaan FIR diserahkan kepada Singapura.
Baca juga: Dikuasai Singapura sejak RI Merdeka, Wilayah Udara Natuna Diambil Alih karena Menyangkut Kedaulatan
Puluhan tahun berjalan, persoalan pengelolaan ruang udara Indonesia di tangan asing tak kunjung selesai. Padahal secara infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM), Indonesia sudah siap sejak lama.
“Dilihat kondisi terkini, Indonesia telah memiliki peralatan dan personil pengatur lalu lintas udara yang memadai, sehingga sudah saatnya kita mengelola FIR kita secara penuh,” ungkap mantan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Capt. Soenaryo Yosopratomo, dalam tulisannya di Kompas.com, 3 Desember 2019.
Persoalan FIR ini sebenarnya menyangkut pada pengelolaan ruang udara di wilayah tertentu. Namun karena FIR tak dipegang negara sendiri, isu ini banyak disorot karena terkait dengan kedaulatan dan pertahanan negara.