Serbakilat penentuan Kalimantan Timur sebagai kawasan IKN yang baru dinilai hanya akan "mengekspor" masalah Jakarta ke wilayah tersebut.
Untuk diingat, saat mengumumkan akan melakukan pemindahan ibu kota, Presiden RI Joko Widodo mengaku akan menunggu kajian untuk menentukan wilayah IKN.
"Namun, hingga saat ini, kajian yang dimaksud oleh Presiden dan diklaim menjadi dasar penetapan wilayah Kalimantan Timur sebagai ibu kota tidak diketahui keberadaannya," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
"Dengan kata lain bahwa penetapan Kalimantan Timur sebagai ibu kota bukan berdasarkan atas sebuah kajian yang mendalam."
Kajian yang dipublikasikan pemerintah justru merupakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) cepat.
KLHS ini adalah kajian yang dibuat setelah ibu kota baru ditetapkan di Kalimantan Timur, bukan kajian yang melatarbelakangi mengapa Kalimantan Timur, dan bukan wilayah lain, yang dipilih sebagai kawasan IKN.
Dalam KLHS cepat itu pun, terungkap potensi masalah lingkungan di kawasan IKN nantinya, mulai dari ancaman terhadap tata air, flora-fauna, dan pencemaran.
Padahal, rencana pemindahan ibu kota berawal dari semakin ruwetnya masalah di Jakarta, baik dari segi daya dukung lingkungan maupun daya tampung.
Baca juga: Jokowi Sebut Proses Pemindahan Ibu Kota Negara Bisa sampai 20 Tahun
"Permasalahan mendasar lainnya yang belum banyak diketahui publik adalah bahwa di kawasan IKN dan daerah penyangganya (Balikpapan), rentan terhadap permasalahan krisis air bersih di masa depan dan permasalahan ini juga ditegaskan di dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) IKN," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
"Kami memandang, permasalahan di Jakarta harus segera diselesaikan di Jakarta, bukan malah meninggalkan permasalahan di Jakarta dan menciptakan masalah baru di Kalimantan Timur."
Masyarakat adat bakal dikorbankan
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) memperkirakan sedikitnya 20.000 masyarakat adat akan menjadi korban proyek ibu kota negara(IKN) baru di Kalimantan Timur.
Sekitar 20.000 masyarakat adat itu terbagi dalam 21 kelompok/komunitas adat, 19 kelompok di Penajam Paser Utara dan 2 di Kutai Kartanegara.
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Pengurus Besar AMAN Muhammad Arman menilai, UU IKN bakal menjadi alat legitimasi perampasan wilayah dan pemusnahan entitas masyarakat adat di sana karena tak memuat klausul penghormatan dan perlindungan masyarakat adat yang terdampak proyek IKN.
"Adanya pada Penjelasan pasal. Tapi, kan Penjelasan tidak mengikat secara hukum dan itu pun bahasanya hanya sekadar 'memperhatikan' masyarakat adat," ujar Arman kepada Kompas.com, Kamis.
Baca juga: Disemprot DPR Pakai Dana PEN Buat IKN Baru, Ini Jawaban Sri Mulyani