Dalam video tersebut keduanya menyebut Luhut "bermain" dalam bisnis tambang di Intan Jaya Papua.
Baca juga: Luhut: Jika Tidak Perlu, Kantor Tak Usah 100 Persen WFO
Pembicaraan ini sendiri berangkat dari laporan "Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya" yang dilakukan YLBHI, Walhi Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, Walhi Papua, LBH Papua, Kontras, JATAM, Greenpeace Indonesia, dan Trend Asia.
Dikutip dari Kontras.org, kajian ini memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya, Papua.
Dalam laporannya, ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi, yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer atau polisi, termasuk Luhut.
Baca juga: Polri: Eks Pegawai KPK Sudah Bertugas di Satgas Pencegahan Korupsi
Setidaknya, ada tiga nama aparat yang terhubung dengan PT MQ. Mereka adalah purnawirawan polisi Rudiard Tampubolon, purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Luhut.
Terkait tudingan ini, Luhut telah membantahnya. Luhut dan tim pengacaranya sudah 3 kali melayangkan somasi kepada Haris dan Fatia.
Dalam somasi tersebut, Luhut menuntut permintaan maaf dari keduanya. Namun demikian, permintaan itu tak dipenuhi hingga akhirnya Luhut melaporkan Haris dan Fatia ke polisi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.