“Harusnya negara tidak boleh kalah. Faktanya negara kalah. Kalau pembongkaran ini tidak bisa dicegah negara, saya kira lengkap absensi (ketidakhadiran) negara. Polisi sebagai bagian dari Forkopimda gagal melakukan pencegahan kalau sampai pembongkaran itu (masjid) dilakukan,” lanjutnya.
Setidaknya ada dua hal ancaman keamanan bagi komunitas Muslim Ahmadiyah Sintang dalam waktu dekat.
Pertama, Pemkab Sintang mengancam akan membongkar Masjid Miftahul Huda jika mereka tak membongkarnya sendiri hingga 21 Januari 2022.
Ancaman itu termuat dalam surat peringatan ketiga (SP 3) yang dilayangkan Pemkab Sintang pada 7 Januari 2022.
Baca juga: Ridwan Kamil dan M Idris Didesak Cabut Peraturan yang Diskriminasi Jemaah Ahmadiyah
Kedua, Masjid Miftahul Huda pernah dirusak oleh massa mengatasnamakan Aliansi Umat Islam pada 3 September 2021.
Sebanyak 21 terdakwa dari kasus itu hanya divonis penjara 4 bulan 15 hari dipotong masa tahanan, yang berarti mereka akan bebas pada 22 Januari 2022, sehari usai tenggat SP 3.
“Dalam surat-suratnya, mulai dari SP 1, SP 2, SP 3, Bupati mem-framing Masjid Mifathul Huda sebagai bangunan tanpa izin yang difungsikan sebagai tempat ibadah. Itu framing bupati. Padahal jelas itu masjid dan sudah ada sejak tahun 2007,” kata Fitria.
“Selama 13 tahun Masjid Miftahul Huda digunakan, komunitas di sana bisa menggunakannya dengan aman, nyaman, dan hidup harmonis berdampingan dengan warga sekitar, tidak ada penolakan,” lanjutnya.
Baca juga: Penyegelan Ulang Masjid Ahmadiyah Depok Disertai Ujaran Kebencian Massa, Polisi Diminta Turun Tangan
Fitria menduga, Bupati Sintang Jarot Winarno tunduk sengaja membuat “framing” bahwa Masjid Miftahul Huda bukan merupakan rumah ibadah agar bisa menghindar dari pedoman mengatasi perselisihan rumah ibadah yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Tahun 2006.
Dalam beleid tersebut, perselisihan rumah ibadah harus diselesaikan secara musyawarah alih-alih pembongkaran.
Di samping itu, pemerintah daerah justru wajib memfasilitasi penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) bagi rumah-rumah ibadah yang belum mendapatkannya, seperti Masjid Miftahul Huda dan seluruh rumah ibadah di wilayah tersebut.