Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengingat Lagi Duduk Perkara Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan Miliar...

Kompas.com - 13/01/2022, 18:45 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkap proyek pengelolaan satelit di Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang menyebabkan negara menelan kerugian ratusan miliar rupiah.

Peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2015, ketika RI menyewa satelit dan tak memenuhi kewajiban bayar sesuai nilai sewa.

Hal ini menyebabkan Indonesia digugat di pengadilan arbitrase internasional sehingga harus membayarkan uang sewa dan biaya arbitrase dengan nilai fantastis.

Baca juga: Mahfud Beberkan Proyek Satelit Kemenhan yang Rugikan Negara Ratusan Miliar Rupiah

Kasus ini pun kini tengah diselidiki oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, perkara ini telah diselidiki sejak beberapa tahun lalu dan dalam waktu dekat akan masuk ke tingkat penyidikan.

"Kami sudah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini, dan sekarang sudah hampir mengerucut. Insya Allah dalam waktu dekat perkara ini naik ke penyidikan," kata Burhanuddin dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (13/1/2022).

Lantas, seperti apa duduk perkaranya?

Awal kejadian

Dikutip dari pemberitaan Kompas.id Mei 2018, Dirjen Kekuatan Pertahanan Kemenhan Bambang Hartawan menjelaskan, kemelut ini berawal ketika tahun 2015 Satelit Garuda milik Indonesia keluar dari orbit.

Baca juga: Jaksa Agung: Proyek Satelit Kemenhan Dalam Waktu Dekat Masuk Penyidikan

Akibatnya, terjadi kekosongan pada orbit 123 derajat Bujur Timur (BT).

Berdasarkan aturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan wajib mengisi kembali slot tersebut dengan satelit lain dalam waktu 3 tahun.

Jika tak dipenuhi, hak pengelolaan slot orbit akan gugur dan diberikan ke negara lain.

Merespons hal ini, Presiden Joko Widodo lantas memerintahkan Menteri Pertahanan kala itu, Ryamizard Ryacudu, untuk membenahinya.

“Menhan lalu ditugaskan presiden mengisi kekosongan,” kata Bambang pada 4 Desember 2015.

Pertimbangannya, kategori slot adalah satelit L-band. Hal ini dinilai sangat strategis karena hanya sekitar delapan negara yang punya slot tersebut.

Baca juga: Jaksa Agung: Dugaan Korupsi Pengadaan Pesawat Garuda Terjadi di Masa Dirut Berinisial ES

Slot L-band dianggap sangat penting untuk pertahanan karena bisa dipakai pada cuaca apa pun. Selain itu, jumlahnya juga tak banyak.

Sewa tapi belum ada anggaran

Kebetulan, ketika itu, ada satelit Artermis milik Avanti Communication Limited yang akan habis bahan bakarnya pada 2019.

Kemenhan pun akhirnya membuat kontrak sewa satelit Artemis dengan biaya sebesar 30 juta dollar AS. Kontrak diteken kendati penggunaan slot orbit 123 derajat BT dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) baru diterbitkan 29 Januari 2016.

Kemenhan juga membuat kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat selama kurun waktu 2015-2016.

Namun, perjalanan kontrak ini tak mulus. Satelit Airbus tak pernah dibayar sehingga kontrak dianggap ditunda.

Pembayaran ke Avanti juga tak sesuai nilai kontrak yang disepakati, sehingga perusahaan itu menarik satelit Artemis dari 123 BT November 2017.

Baca juga: Blak-blakan Mahfud soal Menteri yang Minta Rp 40 M hingga Ambisi Pilpres 2024

Sementara, Menko Mahfud mengungkap, pada saat melakukan kontrak dengan Avanti, Kemenhan belum memiliki anggaran. Anggaran juga belum tersedia ketika Kemenhan teken kontrak dengan Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat.

Pada tahun 2016, kata Mahfud, anggaran telah tersedia tetapi Kemenhan melakukan self blocking.

 

Digugat di pengadilan

Atas permasalahan ini, Avanti menggugat Indonesia di London Court of Internasional Arbitration.

Pada 9 Juli 2019, pengadilan arbitrase menjatuhkan putusan yang berakibat negara harus mengeluarkan pembayaran untuk sewa satelit Artemis.

"Biaya arbitrase, biaya konsultan dan biaya filling satelit sebesar ekuivalen Rp 515 miliar," kata Mahfud.

Baca juga: Cerita Mahfud MD Ada Dirjen Mundur karena Dimintai Setoran Rp 40 Miliar oleh Menteri

Tak hanya itu, Navayo juga mengajukan tagihan sebesar 16 juta dolar AS kepada Kemenhan.

Terkait perkara ini, Pengadilan Arbitrase Singapura pada 22 Mei 2021 mengeluarkan putusan yang mewajibkan Kemenhan membayar 20.901.209 dollar AS atau setara Rp 314 miliar kepada Navayo.

"Selain keharusan membayar kepada Navayo, Kemhan juga berpotensi ditagih pembayaran oleh Airbus, Detente, Hogan Lovells dan Telesat, sehingga negara bisa mengalami kerugian yang lebih besar lagi," kata Mahfud.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com