JAKARTA, KOMPAS.com - Partai Demokrat menilai pernyataan Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia terkait penundaan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 sama saja melawan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, setahu Demokrat, Jokowi sudah berulang kali dalam berbagai kesempatan menegaskan menolak usulan perpanjangan masa jabatan presiden.
"Bagi Presiden Joko Widodo, usulan itu sama saja mempermalukan dirinya dan menampar mukanya," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat, Herzaky Mahendra Putra dalam keterangannya, Senin (10/1/2022).
"Karena itu, kalau masih ada pembantu Presiden yang menggaungkan kembali usulan tiga periode, padahal Presiden sudah menolak, sama saja melawan arahan Presiden," tambahnya.
Baca juga: Kritik Bahlil Lahadalia soal Penundaan Pilpres 2024, PKB: Tak Paham Konstitusi
Herzaky menilai, pernyataan-pernyataan seperti itu berpotensi menghilangkan wibawa Jokowi sebagai seorang kepala negara.
Sebab, kata dia, pernyataan itu seolah menunjukkan para pembantunya di pemerintahan mulai berani menentang Jokowi sebagai presiden.
Bersamaan dengan itu, Herzaky kemudian mencontohkan kondisi yang sama pernah terjadi pada masa pemerintahan Presiden ke-2 RI Soeharto.
"Kalau masih ingat sejarah jatuhnya Presiden Soeharto di penghujung Orde Baru. Para pembantu dekatnya selalu meminta Soeharto bersedia memperpanjang kekuasaannya, dengan mengatasnamakan rakyat," jelas dia.
"Atas alasan “rakyat yang meminta”, “rakyat yang menghendaki”, padahal kenyataannya bertolak belakang," sambungnya.
Baca juga: Menteri Bahlil: Kami Kerja Siang Malam di Kabinet Ini..
Oleh karena itu, Partai Demokrat menilai ada pihak-pihak yang ingin menjerumuskan Jokowi agar bernasib serupa Soeharto, jika masih ada menteri yang menggaungkan usulan tiga periode.
Menyikapi hal ini, Presiden Jokowi diminta harus mulai mencermati motivasi orang sekitarnya yang terus menggaungkan usulan perpanjangan masa jabatan atau tiga periode.
"Mungkin ada baiknya pula Presiden Joko Widodo mulai tegas dan berani menegur para pembantunya yang mendorongnya mengkhianati amanah dan cita-cita perjuangan reformasi 1998," ucapnya.
Herzaky mengingatkan munculnya perjuangan reformasi 1998, salah satunya karena muncul keinginan melakukan koreksi total atas penyelenggaraan negara yang sarat korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Baca juga: Wacana Presiden Tiga Periode, Paradoks Komunikasi Politik Indonesia
Hal ini kemudian diupayakan untuk membatasi masa jabatan presiden maksimal dua periode.
Ia melanjutkan, teguran harus disampaikan Jokowi mengingat tentunya mantan Gubernur DKI Jakarta itu ingin dikenang sebagai presiden yang memberikan kontribusi positif bagi perkembangan demokrasi.
Enggan usulan tiga periode kembali bergaung, Demokrat berharap semua pihak saat ini fokus pada penanganan pandemi.
"Demokrat tentunya berharap kita semua, termasuk para pejabat publik, bisa fokus menjalankan tugas dan tanggung jawabnya masing-masing agar Presiden Joko Widodo terbantu dalam mengatasi pandemi dan kesulitan ekonomi yang melanda negeri ini," tutur Herzaky.
Dengan demikian, ia juga meminta seluruh pembantu presiden dalam pemerintahan tak membuat pernyataan yang membuat gaduh di tengah kesulitan rakyat akibat Covid-19.
"Jangan membuat gaduh dengan memberikan statement-statement yang tidak perlu. Rakyat sedang susah, ayo kita fokus bantu rakyat," pungkasnya.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Ada Kelompok Kecil Pendukung Jokowi yang Kampanyekan 3 Periode
Sebelumnya, dikutip Kompas.tv, Bahlil Lahadalia mengungkapkan bahwa rata-rata pelaku usaha berharap penyelenggaraan Pilpres 2024 atau peralihan kepemimpinan ditunda.
Pertimbangan tersebut karena pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
"Kalau kita mengecek di dunia usaha, rata-rata mereka memang berpikir adalah bagaimana proses demokrasi ini, dalam konteks peralihan kepemimpinan, kalau memang ada ruang untuk dipertimbangkan dilakukan proses untuk dimundurkan, itu jauh lebih baik," kata Bahlil dalam rilis survei Indikator Politik Indonesia, Minggu (9/1).
"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka," sambungnya.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.