”Presidential threshold itu masih diperlukan untuk memastikan presiden mendapatkan dukungan di parlemen. Tetapi, masih harus dicari angka moderat. Dalam bayangan saya, angka 15 persen itu cukup. Dengan angka moderat ini, peluang pencalonan akan lebih banyak dan terbuka kesempatan bagi lebih banyak calon untuk mencalonkan diri,” kata Arya, 18 Desember 2021.
Dengan angka yang moderat, koalisi antarpartai juga akan lebih dilakukan. Partai-partai yang memiliki calon sendiri, seperti Gerindra dan Golkar, menurut Arya, akan lebih mudah untuk menggandeng partai lain jika angka ambang batas pencapresan itu diturunkan menjadi 15 persen.
Baca juga: Bakal Ajukan Gugatan Soal Presidential Threshold ke MK, Partai Ummat Gaungkan Salam 0 Persen
Dalam sejarahnya, Indonesia juga pernah menetapkan ambang batas 15 persen kursi DPR pada Pemilu 2004.
Ketika itu, ada lima pasangan calon yang dapat maju dalam kontestasi pilpres, yakni Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, Hamzah Haz-Agum Gumelar, Megawati Soekarnoputri-Ahmad Hasyim Muzadi, Susilo Bambang Yudhoyono-Muhammad Jusuf Kalla, dan Wiranto-Salahuddin Wahid.
Berkaca dari pengalaman itu, menurut Arya, ambang batas dapat diturunkan sehingga lebih banyak pilihan calon.
Penurunan ambang batas, selain memungkinkan munculnya lebih banyak calon, juga tetap memungkinkan dukungan kuat kepada presiden terpilih.
”Pilihan untuk menurunkan presidential threshold lebih rasional daripada menghapuskan ambang batas itu sama sekali. Sebab, tanpa dukungan dari parlemen, sulit bagi presiden terpilih untuk menjalankan program-programnya,” ucapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.