Politisi Gerindra itu pun menepis anggapan bahwa belum ada kesepakatan di antara pimpinan DPR terkait RUU TPKS sehingga tidak dibawa ke Rapat Paripurna.
Sementara, Puan menegaskan, DPR tetap mendukung pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR hingga menjadi undang-undang meski belum dibahas dalam Rapat Paripurna.
Politisi PDI-P itu menyebutkan, tidak masuknya RUU TPKS dalam agenda Rapat Paripurna karena persoalan waktu yang belum cocok.
"Jadi ini soal waktu, timing. Pimpinan dan DPR tentu saja mendukung dan segera akan segera mengesahkan ini melalui keputusan tingkat II yaitu melalui paripurna," kata Puan.
Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Tak Dibahas di Rapat Paripurna DPR
Puan mengingatkan, RUU TPKS harus tetap melalui mekanisme yang berlaku sehingga dapat menghasilkan undang-undang yang baik.
Ia berjanji, penetapan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR akan dilakukan pada masa sidang berikutnya yang dimulai pada Januari 2022.
"Tentunya pimpinan beserta DPR akan Insya Allah secepatnya pada awal masa sidang yang akan datang segera memutuskan dan ini enggak ada masalah apa-apa," ucap Puan.
Dalam rapat pleno pada Rabu (8/12/2021), Baleg telah menetapkan draf RUU TPKS.
Dalam rapat tersebut, tujuh fraksi menyatakan mendukung RUU TPKS, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.
Sementara, Fraksi Partai Golkar meminta agar persetujuan ditunda karena masih ingin mendengarkan masukan publik, sedangkan Fraksi PKS tegas menolak.
Secara ketentuan, RUU TPKS mestinya dibawa ke paripurna untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, kemudian dibahas bersama pemerintah.
Baca juga: Soal RUU TPKS Tak Masuk Rapat Paripurna, Puan: Ini Hanya Masalah Waktu
Darurat kekerasan seksual
Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan yang 73,7 persennya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Sedangkan, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.
Kemudian catatan akhir tahun (CATAHU) LBH Apik Jakarta menunjukkan, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus.