Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU TPKS Belum Disahkan meski Darurat Kekerasan Seksual, di Mana "Sense of Crisis" DPR?

Kompas.com - 17/12/2021, 08:50 WIB
Ardito Ramadhan,
Kristian Erdianto

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Harapan korban dan masyarakat agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) segera disahkan pupus.

Rancangan legislasi itu tidak ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (16/12/2021).

Rapat Paripurna hanya membahas dua agenda yakni pengesahan RUU Jalan serta pidato penutupan masa sidang oleh Ketua DPR Puan Maharani.

Padahal, draf RUU TPKS telah disepakati oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR pada Rabu (9/12/2021) satu pekan sebelumnya.

Baca juga: Panja Pastikan Tak Ada Penetapan RUU TPKS sebagai Inisiatif DPR dalam Rapat Paripurna

Tidak adanya pembahasan RUU TPKS memantik protes dari anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Luluk Nur Hamidah.

Dalam interupsinya, Luluk menegaskan pentingnya kehadiran RUU TPKS di tengah situasi darurat kekerasan seksual.

"Saat ini ada ratusan ribu korban kekerasan seksual di luar sana, dan sebagian bahkan ada di gedung ini, benar-benar berharap atas kebijaksanaan pimpinan dan kita semua agar dalam forum yang terhormat ini, kita bisa bersama-sama mengesahkan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR," ujar Luluk, Kamis.

Luluk pun meminta agar DPR mengutamakan urusan kemanusiaan dibandingkan kepentingan politik jangka pendek.

Ia juga membeberkan sejumlah kasus kekerasan yang sejauh ini terungkap ke publik, antara lain kasus kekerasan seksual yang dilakukan pembimbing agama dan kasus mahasiswi berinisial NW yang bunuh diri akibat eksploitasi seksual.

"Begitu banyak yang sudah menunggu dan menilai bahwa DPR gagal dan tidak memiliki sense of crisis adanya darurat kekerasan seksual. Enough is enough," ujar dia.

"Saya kira kita semua tidak ingin menjadi bagian yang tidak memiliki sense of crisis tersebut," ucap Luluk.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

Masalah waktu

Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menjelaskan, Badan Musyawarah (Bamus) telah lebih dahulu menyepakati penetapan RUU TPKS tidak masuk agenda Rapat Paripurna.

Kesepakatan itu dibuat sebelum draf RUU TPKS disepakati di Baleg.

"Jadi RUU TPKS itu, pada waktu selesai dibahas, kita sudah selesai rapim (rapat pimpinan) dan Bamus. Jadi itu tidak sempat dimasukkan ke rapim dan Bamus," kata Dasco, dikutip dari Tribunnews.com.

Politisi Gerindra itu pun menepis anggapan bahwa belum ada kesepakatan di antara pimpinan DPR terkait RUU TPKS sehingga tidak dibawa ke Rapat Paripurna.

Sementara, Puan menegaskan, DPR tetap mendukung pengesahan RUU TPKS sebagai inisiatif DPR hingga menjadi undang-undang meski belum dibahas dalam Rapat Paripurna.

Politisi PDI-P itu menyebutkan, tidak masuknya RUU TPKS dalam agenda Rapat Paripurna karena persoalan waktu yang belum cocok.

"Jadi ini soal waktu, timing. Pimpinan dan DPR tentu saja mendukung dan segera akan segera mengesahkan ini melalui keputusan tingkat II yaitu melalui paripurna," kata Puan.

Baca juga: Indonesia Darurat Kekerasan Seksual, RUU TPKS Tak Dibahas di Rapat Paripurna DPR

Puan mengingatkan, RUU TPKS harus tetap melalui mekanisme yang berlaku sehingga dapat menghasilkan undang-undang yang baik.

Ia berjanji, penetapan RUU TPKS sebagai RUU inisiatif DPR akan dilakukan pada masa sidang berikutnya yang dimulai pada Januari 2022.

"Tentunya pimpinan beserta DPR akan Insya Allah secepatnya pada awal masa sidang yang akan datang segera memutuskan dan ini enggak ada masalah apa-apa," ucap Puan.

Dalam rapat pleno pada Rabu (8/12/2021), Baleg telah menetapkan draf RUU TPKS. 

Dalam rapat tersebut, tujuh fraksi menyatakan mendukung RUU TPKS, yakni Fraksi PDI-P, Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat, Fraksi PAN, dan Fraksi PPP.

Sementara, Fraksi Partai Golkar meminta agar persetujuan ditunda karena masih ingin mendengarkan masukan publik, sedangkan Fraksi PKS tegas menolak.

Secara ketentuan, RUU TPKS mestinya dibawa ke paripurna untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR, kemudian dibahas bersama pemerintah.

Baca juga: Soal RUU TPKS Tak Masuk Rapat Paripurna, Puan: Ini Hanya Masalah Waktu

Darurat kekerasan seksual

Berdasarkan Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021, ada 7.693 kasus kekerasan terhadap perempuan yang 73,7 persennya merupakan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

Sedangkan, terdapat 10.832 kasus kekerasan terhadap anak yang didominasi oleh kasus kekerasan seksual, yaitu sebanyak 59,7 persen.

Kemudian catatan akhir tahun (CATAHU) LBH Apik Jakarta menunjukkan, sepanjang 2021 terdapat 1.321 aduan kasus.

Menurut Direktur LBH APIK Jakarta, Siti Mazuma, angka tersebut meningkat drastis dibandingkan pada 2020 yang hanya berjumlah 1.178 kasus.

Dari total pengaduan yang masuk, kekerasan berbasis gender online (KBGO) menjadi kasus yang paling banyak dilaporkan, yakni 489 kasus.

Disusul kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) 374 kasus, tindak pidana umum 81 kasus, kekerasan dalam pacaran 73 kasus, dan kekerasan seksual dewasa 66 kasus.

Baca juga: Indonesia Darurat Kejahatan Seksual, Menteri PPPA Ajak Semua Dukung Pengesahan RUU TPKS

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati meminta semua pihak mendukung dan mengawal pengesahan RUU TPKS.

Sebab, menurut dia, upaya yang dilakukan Kementerian PPPA terkait kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak tidak akan mencapai hasil optimal tanpa adanya payung hukum.

“Oleh karena itu, saya meminta semua pihak untuk mendukung dan mengawal agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dapat segera disahkan,” kata Bintang, Jumat (10/12/2021).

Bintang berharap semua pihak bisa bersinergi dan semangat mewujudkan perlindungan menyeluruh dan sistematik, serta menciptakan lingkungan yang aman bagi perempuan dan anak Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com