Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

“Kami Sudah Melawan Sebaik-baiknya…”

Kompas.com - 26/11/2021, 06:36 WIB
Kristian Erdianto,
Icha Rastika

Tim Redaksi

“Terima kasih. Kami sudah melawan sebaik-baiknya melawan.”

KOMPAS.com - Pesan singkat itu dikirimkan oleh Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo ketika saya menghubunginya melalui WhatsApp.

Saya menyampaikan ucapan selamat karena permohonan uji formil atas UU Cipta Kerja yang mereka ajukan dikabulkan sebagian oleh Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis (25/11/2021).

Organisasi yang fokus pada isu pekerja migran itu bersama lima pihak lainnya mengajukan permohonan uji formil pada 15 Oktober 2020.

Para pemohon berpandangan, pembentukan UU Cipta Kerja tidak sesuai dengan ketentuan atau asas yang diatur Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Salah satunya, asas keterbukaan.

Baca juga: Titik Terang Polemik UU Cipta Kerja, MK Nyatakan Inkonstitusional Bersyarat dan Harus Diperbaiki

Artinya, tahap perencanaan UU Cipta Kerja, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, hingga pengundangan seharusnya transparan serta terbuka.

Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang luas untuk memberikan masukan.

Baca juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Harus Diperbaiki dalam 2 Tahun

Namun, dalam proses pembahasan UU Cipta Kerja, kelompok masyarakat buruh migran, seperti Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), Migrant Care, dan organisasi buruh migran lainnya tidak dilibatkan.

Padahal, UU Cipta Kerja juga berdampak pada perubahan UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

Dalam salah satu poin pertimbangannya, MK menyatakan pembentuk undang-undang, yakni DPR dan pemerintah, tidak memberikan ruang partisipasi kepada masyarakat secara maksimal. Fakta ini terungkap selama proses persidangan.

Meski telah dilaksanakan berbagai pertemuan dengan berbagai kelompok masyarakat, akan tetapi belum membahas naskah akademik dan materi perubahan undang-undang.

Sehingga, masyarakat yang terlibat dalam pertemuan tidak mengetahui secara pasti materi perubahan undang-undang apa saja yang akan digabungkan dalam UU Cipta Kerja.

Terlebih lagi naskah akademik dan rancangan UU Cipta Kerja tidak dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.

Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Inkonstitusional Permanen jika Tak Diperbaiki dalam 2 Tahun

Sementara itu, berdasarkan UU tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, akses terhadap undang-undang diharuskan memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan maupun tertulis.

Lantas, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat. Apabila pemerintah dan DPR tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja dalam dua tahun, maka UU tersebut dapat menjadi inkonstitusional permanen.

“(Migrant Care) sama sekali tidak dilibatkan (dalam pembahasan). Putusan MK menunjukkan bahwa proses pembuatan (UU Cipta Kerja) tidak demokratis,” ucap Wahyu, saat dihubungi, Kamis.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo  saat memberikan keterangan terkait evaluasi praktik hukuman mati, di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).KOMPAS.com/Kristian Erdianto Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo saat memberikan keterangan terkait evaluasi praktik hukuman mati, di bilangan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017).

Proses yang tidak mudah

Sejak UU Cipta Kerja disahkan, berbagai organisasi masyarakat sipil lintas-sektoral melakukan konsolidasi. Tidak hanya terkait isu ketenagakerjaan, tetapi juga ekologi, pertanian, hingga lingkungan.

Mereka sampai pada kesimpulan bahwa UU tersebut memiliki daya rusak yang sistematik. Migrant Care sendiri berpandangan, sejumlah pasal UU Cipta Kerja justru sangat kontraproduktif dengan upaya pelindungan pekerja migran.

“Kita konsolidasi juga dengan teman-teman yang lain, kok sama, UU ini punya daya rusak yang sistematik,” tutur Wahyu.

Baca juga: MK Nyatakan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Pakar: Kenapa Tidak Dibatalkan?

Dalam UU Cipta Kerja, Migrant Care mempersoalkan Pasal 89A UU Cipta Kerja yang mengubah UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (UU PPMI).

Pasal tersebut menyatakan, Pada saat berlakunya Undang-Undang tentang Cipta Kerja, pengertian atau makna SIP3MI dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menyesuaikan dengan ketentuan mengenai Perizinan Berusaha.

Artinya, Surat Izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia atau SIP3MI menyesuaikan dengan perizinan berusaha di UU Cipta Kerja.

Padahal secara filosofi, pengaturan perizinan berusaha bagi perusahaan yang menempatkan manusia berbeda dengan perizinan berusaha bagi perusahaan yang bergerak di bidang lain.

Selanjutnya, UU Cipta Kerja menghapus ketentuan Pasal 57 Ayat (1) dan Ayat (2) UU PPMI yang mengatur tentang syarat perpanjangan SIP3MI yang harus dipenuhi.

Adapun pasal tersebut merupakan bentuk pengawasan dan evaluasi bagi Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI), sebagai upaya pelindungan pekerja migran dari perusahaan yang tidak professional, tidak berkompeten, dan tidak bertanggung jawab.

Setelah permohonan uji formil diajukan, proses pengumpulan bukti pun tidak mudah. Dihubungi terpisah, Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah menuturkan sulitnya mendapatkan naskah resmi RUU Cipta Kerja.

Baca juga: MK: UU Cipta Kerja Batal Sepenuhnya Bila Tak Selesai Diperbaiki dalam 2 Tahun

Upaya mendapatkan draf resmi UU Cipta Kerja melalui Sekretariat Jenderal (Setjen) DPR hingga Badan Legislatif (Baleg) tidak membuahkan hasil.

Sementara itu, berbagai versi draf RUU Cipta Kerja telah beredar.

Naskah UU Cipta Kerja yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR pada 5 Oktober 2020 terus mengalami perubahan.

Perubahan itu tak hanya terjadi saat naskah itu masih berada di DPR. Setelah diserahkan ke Presiden Joko Widodo melalui Sekretariat Negara, naskah UU yang dikerjakan dengan metode omnibus law itu masih mengalami perubahan.

Merujuk pernyataan Azis Syamsuddin, Wakil Ketua DPR kala itu, naskah yang diserahkan oleh DPR ke Presiden berjumlah 812 halaman.

Azis memastikan naskah itu final setelah sebelumnya beredar naskah lain setebal 905 dan 1.035 halaman.

“Kita tidak dapat naskah UU Cipta Kerja secara resmi. Akhirnya naskah yang beredar itu yang kita jadikan alat bukti,” ujar Anis.

Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam konferensi pers hasil rekomendasi Komite Pekerja Migran PBB mengenai implementasi Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).KOMPAS.com/Kristian Erdianto Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah dalam konferensi pers hasil rekomendasi Komite Pekerja Migran PBB mengenai implementasi Konvensi Perlindungan Hak-Hak Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya, di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

Jadi catatan penting

Bagi Anis, putusan MK atas uji formil UU Cipta Kerja menjadi catatan penting bagi pemerintah dan DPR.

Penyusunan UU Cipta Kerja secara jelas dinyatakan tidak sesuai dengan ketentuan asas pembentukan peraturan perundang-undangan atau cacat formil, sebab proses pembahasannya tidak partisipatif.

Baca juga: MK Sebut Pembentuk UU Bisa Kaji Ulang Pasal-pasal UU Cipta Kerja yang Dipersoalkan Masyarakat

Dia berharap, dalam kurun dua tahun perbaikan UU Cipta Kerja, pemerintah dan DPR membuka ruang pelibatan yang lebih luas kepada masyarakat.

“Bagaimana ini kemudian dimatangkan agar tidak mengulangi kesalahan yang sama, dari sisi prosedur maupun substansi,” ucap Anis.

Harapan senada disampaikan oleh Wahyu. Menurut dia, organisasi masyarakat sipil yang selama tak sepakat dengan UU Cipta Kerja, harus memastikan jangka waktu dua tahun tidak dimanfaatkan sebagai status quo oleh pemerintah.

Wahyu menuturkan, pemerintah dan DPR harus segera memperbaiki UU Cipta Kerja secara lebih partisipatif.

“Saya kira gerakan masyrakat sipil tidak boleh kecolongan lagi, untuk memastikan ini. Kita harus mendorong proses penyusunannya benar-benar partisipatif,” kata Wahyu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 30 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Pengamat: Nasib Ganjar Usai Pilpres Tergantung PDI-P, Anies Beda karena Masih Punya Pesona Elektoral

Nasional
Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Defend ID Targetkan Tingkat Komponen Dalam Negeri Alpalhankam Capai 55 Persen 3 Tahun Lagi

Nasional
TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

TNI AL Kerahkan 3 Kapal Perang Korvet untuk Latihan di Laut Natuna Utara

Nasional
Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Dampak Eskalasi Konflik Global, Defend ID Akui Rantai Pasokan Alat Pertahanan-Keamanan Terganggu

Nasional
PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

PKS Klaim Punya Hubungan Baik dengan Prabowo, Tak Sulit jika Mau Koalisi

Nasional
Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Tak Copot Menteri PDI-P, Jokowi Dinilai Pertimbangkan Persepsi Publik

Nasional
Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Pengamat: Yang Berhak Minta PDI-P Cabut Menteri Hanya Jokowi, TKN Siapa?

Nasional
Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Klarifikasi Unggahan di Instagram, Zita: Postingan Kopi Berlatar Belakang Masjidilharam untuk Pancing Diskusi

Nasional
PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

PDI-P “Move On” Pilpres, Fokus Menangi Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com