JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dapat menjadi inkonstitusional permanen apabila tidak diperbaiki dalam kurun dua tahun.
Adapun dalam sidang putusan uji formil, Kamis (25/11/2021), MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Sehingga pihak terkait diperintahkan untuk melakukan perbaikan UU Cipta Kerja dalam jangka dua tahun sejak putusan diucapkan.
"Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Ketua MK Anwar Usman.
Baca juga: MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Harus Diperbaiki dalam 2 Tahun
Dalam pertimbangannya, MK menilai metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas, apakah metode tersebut merupakan pembuataan UU baru atau melakukan revisi.
MK juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang asas keterbukaan pada publik.
Meski pembuat UU sudah melakukan beberapa pertemuan dengan sejumlah pihak, namun pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi.
Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai MK tidak mudah diakses oleh publik.
Oleh karena itu, MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Baca juga: Kamis Ini, MK Gelar 12 Sidang Putusan Uji Materi dan Formil UU Cipta Kerja
Permohonan uji formil diajukan oleh seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar Novita Widyana, serta tiga mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito.
Sebagai pemohon I, Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.
Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.
Kemudian pemohon II, yakni Novita Widyana, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.
Baca juga: UMP Jakarta Hanya Naik Rp 37.749, Serikat Buruh: Akibat UU Cipta Kerja
Sementara, pemohon III, IV dan V yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito, merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam UU Cipta Kerja.
Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di UU Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.