JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo kembali menegur jajaran direksi BUMN. Pernyataan keras disampaikan Jokowi saat memberikan arahan kepada jajaran direksi dan komisaris PT PLN serta PT Pertamina di Istana Kepresidenan Bogor baru-baru ini.
Mulanya, Presiden meminta kedua perusahaan itu mempersiapkan diri untuk menghadapi transisi dari energi fosil ke energi hijau.
Jokowi menekankan bahwa PLN dan Pertamina harus siap menghadapi transisi itu.
“Memang kita tahu bahwa transisi energi ini memang tidak bisa ditunda-tunda. Oleh sebab itu, perencanaannya, grand design-nya, itu harus mulai disiapkan. Tahun depan kita akan apa, tahun depannya lagi akan apa, lima tahun yang akan datang akan apa,” ujar Jokowi sebagaimana ditayangkan YouTube Sekretariat Presiden pada Sabtu (20/11/2021).
Baca juga: Jokowi Sebut Pernah Bentak Dirut Pertamina, Kenapa?
Pemaparan Jokowi pun berlanjut evaluasi kepada BUMN.
Pertama, persoalan investasi. Menurut Jokowi, hambatan investasi di perusahaan BUMN disebabkan kondisi internal dan birokrasi di Indonesia.
Jokowi mengatakan, dia sampai ingin marah saat mengetahui proses investasi yang seharusnya mudah dilakukan, tetapi sulit direalisasikan.
"Terus (terang) saya ini orang lapangan ya, saya kadang ingin marah untuk sesuatu yang saya tahu (mudah), tapi kok sulit banget dilakukan. Sesuatu yang gampang tapi kok sulit dilakukan, kok sulit? Enggak jalan-jalan," ujar dia.
Kepala Negara pun menyebutkan, sebenarnya investasi yang ingin masuk ke Pertamina dan PLN banyak sekali sehingga harus antre.
Baca juga: BUMN Bikin Ruwet Investasi, Jokowi: Saya Kadang-kadang Pengin Marah...
Akan tetapi, ruwetnya internal BUMN dan birokrasi menjadi penghambat realisasi investasi yang ada.
"Saya minta kondisi-kondisi seperti itu harus terus diperbaiki dengan profesionalisme dari jajaran komisaris dan direksi," kata dia.
Kehilangan profesionalisme
Selain itu, Jokowi mengungkap soal kelemahan BUMN.
Menurut dia, hilangnya profesionalisme saat ada penugasan menjadi kelemahan pada perusahaan pelat merah itu.
"Kelemahan BUMN itu kalau sudah ada penugasan itu, ini menjadi tidak profesional ada di situ. Titik lemahnya ada di situ sehingga profesionalismenya menjadi hilang," ujar Jokowi.
Baca juga: Jokowi Luapkan Uneg-unegnya, Sebut Birokrasi Pertamina dan PLN Terlalu Rumit
Oleh karena itu, Jokowi meminta agar Pertamina dan PLN menjaga tata kelola dari setiap penugasan yang ada.
Jokowi pun meminta agar kedua perusahaan itu tidak bersembunyi di balik penugasan.
"Jangan, sekali lagi jangan tumpangi, jangan bersembunyi atas nama penugasan sehingga tata kelolanya tidak efisien, procurement-nya tidak benar, ini yang harus dihindari dengan namanya penugasan itu," ucap Jokowi.
Kepala Negara mengingatkan, setiap penugasan harus dihitung konsekuensinya oleh Pertamina dan PLN, misalnya bagi PLN untuk besaran tarif seperti apa.
Lalu, bagi Pertamina terutama untuk premium dan elpiji seperti apa harganya harus disampaikan secara transparan.
"Blak-blakan dengan angka-angka, dengan kalkulasi, dengan hitungan, tetapi yang logis. Karena penugasan terus wah mikirnya tidak dicek, enggak dikontrol," kata dia.
"Itu nanti kalau mau ke sekuritisasi akan ketahuan harganya kemahalan, harganya sulit untuk disekuritisasi. Karena apa? ya itu mentang-mentang ada penugasan terus numpang. Harus kita hindari. Kalau kebangetan ya akan saya lakukan tindakan," ucap Jokowi.
Minta BUMN terbuka
Setelah memberi evaluasi, Jokowi meminta agar BUM mau mengomunikasikan persoalan-persoalan yang dihadapi kepada menteri terkait maupun dirinya.
Baca juga: Mengapa Pemerintah Larang Cuti Akhir Tahun bagi PNS, Pegawai BUMN dan Swasta?
Terlebih lagi, jika persoalan itu merupakan permasalahan besar dan ada unsur politis yang melatarbelakanginya.
"Silakan sampaikan kepada saya atau ke Pak Menteri terlebih dahulu. Kalau ada persoalan-persoalan yang memang mentok besar dan ada politisnya, silakan saya buka pintu saya. Jam berapa pun," kata dia.
"Kalau ada hal yang besar, yang mungkin perlu dukungan politis, saya (akan) sampaikan mungkin: Jalan terus, saya di belakangmu. Itu," kata Jokowi.