JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Hasan Alaydroes berharap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mau berdiskusi soal polemik Peraturan Mendikbud Ristek (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021.
Permendikbud itu mengatur pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan perguruan tinggi.
Menurut dia, diskusi tersebut bertujuan untuk menyempurnakan permendikbud 30/2021.
“Mungkin saja setelah ada kontroversi ini, Mas Nadiem bisa hadir di Komisi X kemudian bersama-sama memperbaiki atau menjadikan ini sebagai sesuatu yang lebih powerful,” ujar Hasan, dalam diskusi yang digelar MNC Trijaya, Sabtu (13/11/2021).
Baca juga: Nadiem: Indonesia Gawat Darurat, Tak Hanya Pandemi Covid-19 tapi Juga Pandemi kekerasan Seksual
Adapun penerbitan permendikbud tersebut telah menimbulkan pro dan kontra. Fraksi PKS merupakan salah satu pihak yang mengkritik peraturan tersebut.
Fraksi PKS berpandangan, permendikbud belum menjangkau pelanggaran asusila di lingkungan kampus, termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis.
Hasan mengatakan, meski penerbitan permendikbud merupakan ranah eksekutif, namun setidaknya Komisi X dilibatkan dalam proses penyusunan.
“Kita enggak tahu, tiba-tiba terbit permendikbud. Itu memang ranahnya eksekutif tapi apa salahnya konsultasi,” ucap politisi PKS itu.
Sebelumnya, Nadiem mengatakan, penyusunan Permendikbud PPKS telah dilakukan selama 1,5 tahun.
“Penyusunan proses PPKS ini adalah salah satu yang terlama karena kita telah melakukan begitu banyak proses pengkajian dan diskusi dengan berbagai macam tokoh,” ujar Nadiem, dalam webinar Merdeka Belajar, Kampus Merdeka dari Kekerasan Seksual, disiarkan melalui Youtube Kemendikbud RI, Jumat (12/11/2021).
Baca juga: Nadiem Bantah Anggapan Permendikbud PPKS Legalkan Seks Bebas
Nadiem juga membantah anggapan soal pelegalan seks bebas dalam Permendikbud 30/2021. Dia menegaskan, peraturan itu memiliki fokus utama pada penanganan korban kekerasan seksual.
“Kalau misalnya ada perkataan-perkataan di dalam ini yang bisa melegalkan atau mungkin menghalalkan tindakan-tindakan asusila, itu sama sekali bukan maksud dari permen ini,” kata Nadiem.
Nadiem menekankan, permendibud tersebut merupakan peraturan yang berperspektif korban dan fokus pada penanganan kekerasan seksual.
“Fokus daripada permen ini adalah korban, korban, dan korban ini. Mohon dimengerti bagi masyarakat, kita melihat ini semua daripada perspektif korban,” tegasnya.
Baca juga: Ramai-ramai Mendukung Penghapusan Kekerasan Seksual di Kampus
Oleh karena itu, kata Nadiem, aturan tersebut tidak mengatur tindakan atau pelanggaran lain di luar kekerasan seksual, seperti seks bebas.
“Kita tidak menulis mengenai seks bebas, atau plagiarisme, atau mencuri, atau berbohong. Kenapa tidak dimasukkan? Karena itu tidak dalam ruang lingkup kekerasan seksual,” ucap Nadiem.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.