Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Herzaky Mahendra Putra
Pemerhati Politik

Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra. Mahasiswa Program Doktoral Unair

Juru Bicara Presiden

Kompas.com - 11/11/2021, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Persoalannya, seperti yang disampaikan Andi Mallarangeng, mantan juru bicara Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono, kalau tidak ada jubir, lama-lama tuntutan publik untuk presiden bicara pasti akan ada karena tidak puas hanya dengan pejabat-pejabat yang mewakili.

Padahal, jika Presiden berbicara terus-menerus, ada kemungkinan bisa salah dan membuat publik bertambah bingung. Karena itulah, posisi jubir untuk Presiden dari perspektif komunikasi publik, sangatlah penting.

Tiga kriteria

Jika Presiden memutuskan memilih juru bicara, tiga faktor yang sebaiknya dipenuhi. Pertama, sosok jubir yang dipilih benar-benar setarikan napas dengan Presiden.

Tentunya sangat tidak tepat jika memilih sosok yang mewakili Presiden, tetapi tidak mengetahui kemauan Presiden. Apalagi memilih sosok yang memiliki pandangan yang berbeda dengan Presiden.

Kedua, sosok yang memiliki pemahaman mendalam atas setiap pilihan kebijakan dan sikap Presiden. Karena itu, seorang juru bicara mesti memiliki akses langsung kepada Presiden, tanpa ada saringan, apalagi halangan.

Dengan memiliki pemahaman mendalam, juru bicara Presiden bisa meminimalisasi potensi disinformasi saat menjelaskan mengenai suatu kebijakan atau sikap Presiden.

Ketiga, sosok yang benar-benar bisa dipercaya saat menyampaikan informasi. Punya integritas dan kredibilitas tinggi. Apa yang disampaikannya berbasiskan data dan fakta, serta merupakan hal yang sebenarnya terjadi. Bukan sekedar untuk menenangkan saja, apalagi lip service belaka.

Tiga kriteria ini diperlukan karena juru bicara Presiden itu tugasnya memberikan penjelasan mengenai suatu isu atau permasalahan agar menjadi terang-benderang. Bukan malah membuat masyarakat semakin bingung atas pilihan sikap atau kebijakan Presiden.

Tujuan komunikasi politik adalah memberikan kejelasan, bukannya malah menjadi noise baru (Brants & Voltmer, 2011).

Meminimalisasi noise

Apalagi jika kita mencermati kondisi terkini saat ruang publik kita seharusnya merupakan ruang terbuka bagi semua (Habermas, dalam Fuchs, 2021). Kenyataannya, malah menjadi ruang yang cenderung didominasi oleh pasukan siber yang bergerak sesuai dengan orderan.

Sibuk merekayasa isu dan menebar dusta untuk mengelabui pikiran banyak orang. Membuat kita tidak lagi menangkap voice atau suara sebenarnya dari publik, melainkan sekadar mendengarkan noise yang dikreasi secara terorganisasi oleh pasukan siber, seperti yang diungkap oleh Wijayanto dan Ward (2021) dalam insideindonesia.org.

Kondisi ini membuat relevansi keberadaan juru bicara Presiden semakin meningkat. Bukan saja berfungsi memberikan informasi pasti dan jelas, melainkan juga memberikan pesan kuat sekaligus mengedukasi publik, agar lebih memercayai informasi dari sumber resmi. Bukan dari desas-desus, maupun kasak-kusuk.

Dengan demikian, ruang pasukan siber atau yang biasa disebut pendengung untuk membuat noise atau disinformasi meluas secara sengaja dapat diminimalisasi. Upaya eksploitasi ketidakpahaman publik yang dilakukan pasukan siber pun bisa kita kurangi (Christian & Mosco, 2015).

Semoga.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com