Keberadaan Alboom dapat menjadi momentum bagi masyarakat untuk saling berbagi informasi di tengah pesatnya perkembangan teknologi digital saat ini.
Upaya tersebut bermanfaat untuk mendukung program pengembangan perikanan budidaya di Indonesia serta perbaikan pengelolaan lingkungan perairan yang berkelanjutan.
Pengembangan Alboom
Untuk diketahui, kerja sama SATREPS Mariculture tersebut didukung oleh delapan lembaga dari Jepang, termasuk Future University Hakodate dan sembilan institusi dari Indonesia.
Kerja sama tersebut mendapat dukungan dana hibah dari Japan International Cooperation Agency (JICA), Japan Science and Technology Agency (JST), serta pendanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Indonesia (APBN) dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Saat ini, program SATREPS Mariculture telah memasuki tahap akhir pengembangan sistem sensor real time.
Sistem sensor tersebut dapat berfungsi sebagai akuisisi data kualitas air dan cuaca untuk budidaya perikanan, prediksi stok ikan dan daerah penangkapan untuk perikanan tangkap, DSS Mariculture terintegrasi dengan sub DSS perikanan tangkap, serta aplikasi sistem peringatan dini HABs.
Sensor tersebut juga dapat berfungsi sebagai prediksi kematian ikan serta optimasi manajemen on farm dengan memanfaatkan teknologi internet of things (IoT), smart dashboard, aplikasi e-learning, dan training berbasis operasi open source OpenEdx.
Untuk mendukung pengembangan aplikasi Alboom tersebut, Pusriskan bekerja sama dengan PRI dan BRIN telah melaksanakan acara general lecture dan training workshop aplikasi teknologi informasi dan komunikasi (ICT) di sektor perikanan tentang Sistem Peringatan Dini untuk HABs pada Oktober 2021.
Kegiatan tersebut dilaksanakan untuk mendiseminasikan pemanfaatan ICT, khususnya untuk sistem peringatan dini HABs. Tak hanya itu, kegiatan ini juga melibatkan partisipasi masyarakat sebagai science citizen dalam upaya mitigasi HABs di Indonesia.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala BRSDM Kusdiantoro menyampaikan, agar aplikasi Alboom dapat bermanfaat bagi masyarakat kelautan dan perikanan untuk tujuan pengelolaan berkelanjutan.
Pasalnya, pemahaman masyarakat mengenai bahaya HABs yang dapat berdampak pada kematian ikan masih rendah. Untuk itu, perlu adanya sosialisasi untuk menyebarluaskan informasi kepada masyarakat.
Kusdiantoro menambahkan bahwa dengan teknologi, optimalisasi sumber daya ikan dapat terlaksana dengan baik. Hal ini sejalan dengan program prioritas Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang digaungkan Menteri Sakti Wahyu Trenggono.
Salah satu program tersebut adalah penerapan kebijakan penangkapan ikan terukur di setiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
"Tujuannya, untuk keberlanjutan ekologi, peningkatan kesejahteraan nelayan, dan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Kusdiantoro dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (6/11/2021).