Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Isu Poligami Jaksa Agung, Ini Aturan PNS soal Beristri Lebih dari Satu

Kompas.com - 05/11/2021, 12:46 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Isu poligami di lingkungan instansi pemerintahan kembali mencuat.

Baru-baru ini, seorang pegawai negeri sipil (PNS) di Kejaksaan Agung dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) karena diduga melanggar izin perkawinan PNS.

Laporan itu dibuat oleh Direktur Eksekutif Jaga Adhyaksa, David Sitorus, menyusul pemberitaan media massa yang menyebutkan bahwa Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah berpoligami dengan pejabat satu instansi.

Berdasarkan penelusuran David dari pemberitaan yang beredar, pejabat yang menjadi istri kedua Burhanuddin itu berinisial MA dan bekerja di Kejaksaan Agung.

“Laporannya bukan langsung dalam arti Jaksa Agung-nya. Ini laporan terkait dugaan yang bertentangan dengan peraturan pemerintah,” kata David, saat dihubungi, Kamis (4/11/2021).

“Kita kan melihat media melakukan investigasi, kita lapor di KASN supaya dicek oleh KASN yang benar yang mana, diambil tindakan sesuai dengan hukum dan sesuai dengan sebenarnya,” tegasnya.

Baca juga: Seorang PNS Kejaksaan Dilaporkan ke KASN, Diduga Istri Kedua Jaksa Agung

Berkaca dari kasus ini, bagaimana sebenarnya aturan perkawinan atau poligami di lingkungan pemerintahan?

Praktik poligami di instansi pemerintah diatur sangat ketat. Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi PNS yang hendak berpoligami.

Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil. PP ini merupakan revisi dari regulasi sebelumnya, yakni PP Nomor 10 Tahun 1983.

Dalam beleid itu disebutkan bahwa PNS pria yang hendak berpoligami harus mendapat izin lebih dahulu.

“Pegawai Negeri Sipil pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat,” demikian bunyi Pasal 4 Ayat (1) PP tersebut.

Permintaan izin poligami tersebut diajukan secara tertulis. Surat harus memuat alasan lengkap yang mendasari PNS pria hendak berpoligami.

Sebagaimana bunyi aturan yang lama atau PP Nomor 10 Tahun 1983, yang dimaksud dengan pejabat bisa berupa menteri, jaksa agung, pimpinan lembaga pemerintah non departemen, pimpinan kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, gubernur, pimpinan bank milik negara, pimpinan BUMN, pimpinan bank milik daerah, dan pimpinan badan usaha milik daerah.

Baca juga: PKS Buat Program Solidaritas, Salah Satu Poin Atur soal Poligami Utamakan Janda

Nantinya, setiap pejabat yang menerima permintaan izin dari PNS yang hendak berpoligami harus memberikan pertimbangan selambat-lambatnya 3 bulan.

"Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian dan atau untuk beristri lebih dari seorang, wajib memberikan pertimbangan dan meneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hierarki dalam jangka waktu selambat-lambatnya tiga bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud," bunyi Pasal 5 Ayat (2) PP Nomor 45 Tahun 1990.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

Nasional
Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

Nasional
Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com