Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keluarga Korban Kebakaran Lapas Tangerang Adukan 7 Temuan ke Komnas HAM

Kompas.com - 28/10/2021, 21:56 WIB
Haryanti Puspa Sari,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah keluarga korban kebakaran Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Banten didampingi Tim Advokasi Korban Kebakaran (TAKK) mengadu ke Komnas HAM terkait kasus kebakaran yang menewaskan hampir 49 orang narapidana pada Kamis (28/10/2021).

"Kami melaporkan temuan dari pengakuan keluarga korban kepada kami. Kami kemudian melaporkan temuan tersebut kepada Komnas HAM dan kemudian diterima dengan baik," kata Perwakilan Tim Advokasi Korban Kebakaran Lapas Kelas I Tangerang Ma'ruf Bajammal melalui kanal YouTube Komnas HAM, Kamis (28/10/2021).

Ma'ruf mengatakan, pengaduan tersebut mulai diterima sejak tim advokasi menginisiasi pembukaan posko pengaduan kepada para keluarga korban kebakaran lapas.

Baca juga: Kemenkumham Nonaktifkan 2 Tersangka Baru Kasus Kebakaran Lapas Tangerang

Ia mengatakan, posko pengaduan menerima sembilan pengaduan dan dari jumlah tersebut tujuh keluarga korban meminta pendampingan hukum kepada tim advokasi.

Menurut Ma'ruf, dari pengakuan keluarga korban tersebut, terdapat tujuh temuan yang ditemukan dari proses penanggulangan pasca kebakaran Lapas Tangerang tersebut.

Pertama, adanya ketidakjelasan proses identifikasi tubuh korban yang meninggal atau tidak adanya transparansi.

Bahkan, sampai korban dimakamkan tidak ada informasi akurat yang diterima keluarga korban.

Kedua, adanya ketidakterbukaan penyerahan jenazah korban meninggal. Saat keluarga korban meminta membuka peti untuk melihat jenazah, namun disugesti oleh petugas agar tidak melihat jenazah.

"Ketiga, berdasarkan keterangan keluarga korban peti jenazah berbahan triplek biasa yang tidak layak untuk digunakan sebagai peti jenazah," ucapnya.

Keempat, adanya dugaan intimidasi saat penandatanganan dokumen-dokumen administrasi dan pengambilan jenazah.

Saat penandatanganan tersebut, lanjutnya, keluarga korban diminta menandatangani dokumen dengan tergesa-gesa dengan dikerumuni banyak orang.

Kelima, terdapat upaya pembungkaman agar keluarga korban tidak menuntut pihak manapun atas peristiwa kebakaran Lapas Tangerang.

Hal ini, kata dia, diperkuat dengan surat yang harus ditandatangani oleh keluarga korban. Surat tersebut berisi pernyataan tidak akan ada tuntutan ke pihak lapas di kemudian hari.

Baca juga: Napi Korban Kebakaran Lapas Tangerang Kini Rawat Jalan

Kemudian, poin keenam, pasca peristiwa kebakaran tersebut, tidak ada pendampingan psikologis yang berkelanjutan kepada keluarga korban.

Terakhir, pemberian uang sebesar Rp 30 juta oleh pemerintah yang dinilai tidak membantu keluarga korban.

"Uang tersebut hanya habis untuk kepentingan penghiburan atau pendoan terhadap korban meninggal," kata dia.

Untuk diketahui, Tim Advokasi Korban Kebakaran (TAKK) terdiri dari LBH Masyarakat (LBHM), LBH Jakarta, Imparsial, dan LPBH NU Tangerang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com