Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ishaq Zubaedi Raqib
Mantan Wartawan

Ketua LTN--Infokom dan Publikasi PBNU

Sudut Pandang Lain Kasus Menteri Agama Yaqut: Kemenag Hadiah untuk NU

Kompas.com - 27/10/2021, 12:38 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Awal kata

Ketika nama Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi diumumkan sebagai Menteri Agama dalam kabinet Jokowi-Ma'ruf, dada kaum nahdliyin bergemuruh.

Sejumlah aktivisnya meriang. Dunia maya nyaris dipenuhi gugatan, keberatan, bahkan kecaman. Jokowi dianggap tidak mendengar suara NU. Bahkan disebut tak pandai balas jasa karena KH Ma'ruf Amin dengan gerbong NU-nya, mereka yakini sebagai faktor determinan kemenangan Jokowi.

Bulan pertama sebagai Menteri Agama, mantan Wakil Panglima TNI asal Aceh itu, disibukkan dengan kegiatan pengenalan diri ke lumbung-lumbung NU. Jawa Timur, misalnya.

Sangat boleh jadi Fachrul Razi merasa "salah tempat" sehingga dia juga sering salah tingkah.

Fachrul baru agak bisa lepas dari situasi tak nyaman setelah Jokowi memberinya Wakil Menteri Agama, Zainut Tauhid, seorang kader NU. Mantan Wakil Ketua Umum MUI Pusat. Secara politik, dari faksi PPP.

Sampai di sini, apakah urusan kelar?

Ternyata tidak. Bahkan, posisi Wakil Presiden belum membuat mereka senang. Jabatan itu dirasa hanya memenuhi kemenangan emosi. Mereka butuh kursi yang lebih "maslahah" bagi NU.

Dari pusat hingga ke ranting, perasaan kurang happy masih menggantung hingga akhirnya Presiden Jokowi melepas Fachrul dan mengangkat anak kandung NU, cicit muassis NU, salah seorang kader teras, Ketua Umum PP GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas.

Soal Kementerian Agama

Nah, tempo hari, di sebuah webinar yang diakui Gus Menteri, demikian sapaan teman-teman Gus Yaqut di Ansor, adalah temu internal sesama kader NU, muncul "klaim" soal Kementerian Agama (Kemenag).

Sebagaimana wataknya yang suka blak-blakan, Gus Menteri berusaha mengangkat pride santri: anak-anak muda NU. Memanfaatkan momentum Hari Santri Nasional. Ia ingin berbagi kabangaan sebagai sesama warga NU. Jam'iyyah yang punya sejarah panjang mengabdi pada negeri.

Bisa diyakini, Gus Menteri tidak sacara denotatif ingin mengklaim bahwa Kemenag adalah hadiah untuk NU an sich. Ia pasti paham sejarah. Ia tidak mungkin berniat melukai rekan organisasi Islam dan agama lain yang juga punya peran besar bagi Republik.

Ia tidak akan berkata sebodoh itu, jika locus-nya di forum terbuka. Seperti diakui bahwa konstatasi itu lebih pada upayanya mengajak para santri untuk berkhidmah maksimal.

Di luar forum internal itu, berkembang beragam tafsir. Bahkan cenderung liar. Itu sepenuhnya tidak bisa disalahkan. Hanya saja, ketika arahnya melenceng jauh dari substansi, terbuka ruang saling gugat, saling tuding dan saling menyalahkan.

Lebih-lebih sejumlah pihak mendekati perkara ini dari sisi historis. Sisi ini merupakan ruang paling terbuka untuk melahirkan sejumlah varian tafsir yang kian subjektif dan bias.

Ada yang menyebut, jika dua orang ahli hukum bertemu, bisa jadi akan lahir paling tidak tiga pandangan hukum. Padahal, hukum termasuk ranah ilmu yang paling ketat kaidah-kaidahnya.

Tapi jika dua sejarawan bertemu, sangat boleh jadi akan muncul sedikitnya sepuluh sudut pandang tentang sebuah peristiwa. Tafsir atas sebuah peristiwa, jangankan soal sejarah Republik ini, bahkan tafsir atas sirah Nabi pun melahirkan gerakan revisionis.

Sudut pandang santri

Tentu tersedia banyak pisau bedah untuk menganalisis pernyataan Gus Menteri. Demi tujuan melokalisir ke hal-hal terkait semantik dan semiotika, kita akan melihatnya hanya dari sudut pandang ilmu ushul.

Jika menggunakan pendekatan ini, maka akan tersaji sejumlah kaidah Ushul Fiqh untuk melihat pernyataan tersebut dari "sudut pandang" santri.

Halaman:


Terkini Lainnya

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com