Nabi SAW pun menjawab, bahwasannya pelajaran itu diambil dari keumuman lafadz, bukan kekhususan sebab, dengan sabdanya, "Bal Li Ummati Kullihim."
“(Tidak), bahkan itu berlaku untuk seluruh umatku”.
Dengan sedikit sarkastis, Dale Carnegie dalam bukunya How to Win Friends and Influence People, menyatakan, Anda tidak bisa menang dalam sebuah debat.
Tersebab, kata Carnegie, jika kalah dalam perdebatan itu, Anda jelas berada di pihak yang kalah. Tetapi, jika menang pun, Anda tetap kalah.
Mengapa demikian?
Ketika berhasil mematahkan semua argumen lawan bicara, Anda tentu merasa menang dan senang. Anda telah mengalahkannya.
Ketika Anda memperoleh kemenangan, pada saat bersamaan pihak lawan mendapat kekalahan. Ia merasa terkalahkan, tak berdaya, tak mampu meng-atas-i Anda. Harga dirinya tercabik-cabik.
Psikologi pecundang alias yang kalah, mudah dibaca. Ia tentu kurang suka dengan kemenangan yang Anda peroleh.
Ia membenci kemenangan (bukan Anda-nya) dan meratapi kekalahan dirinya. Satu-satunya cara memperoleh manfaat dari perdebatan adalah menghindarinya!
Dan! Entah bagaimana asalnya, bangsa ini dikenal gemar sekali berdebat. Dari hal yang serius, fundamental hingga hal-hal filosofis seperti terjadi di konstituante. Karena perdebatan tiada ujung, Presiden Soekarno membubarkan lembaga tersebut.
Atau hal remeh temeh tapi bisa berujung maut. Hanya karena debat tiada akhir, seorang simpatisan calon tertentu bisa dengan ringan tangan dan tega hati menembak lawan debatnya, simpatisan calon lainnya.
Agama melihat, orang yang senang berdebat akan menimbulkan dosa dan kesesatan.
Demi kesehatan bersama, ada baiknya meninggalkan kebiasaan berdebat, apalagi kurang penting. Terlebih, dalam kasus "Kemenag Hadiah untuk NU". Wacana itu jauh dari urusan serius apalagi fundamental bangsa.
Memang agak aneh, kita sering sekali tersulut emosi jika menyangkut klaim kepemilikan. Lalu riuhlah negeri.
Jujur, tulisan ini saya buat, muasalnya adalah ibu-ibu majelis taklim kelas RT, ikut berdebat perkara yang tidak produktif ini.
Wallaahu A'almu Bishshowaab.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.